Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memilih menunda penerbitan izin impor untuk industri aneka pangan. Kebijakan ini dinilai bisa mengganggu kinerja ekspor industri aneka pangan.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan penundaan ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi stok dan harga garam produksi lokal yang berada di bawah biaya produksi.
"Kalau harga garam di petani masih rendah dan izin impor garam untuk aneka pangan diterbitkan, tentu kasihan petani. Kalau harga membaik kami akan keluarkan izinnya," kata Agus.
Dia menyatakan pemerintah bakal selektif dalam penerbitan izin impor demi melindungi harga di petani. Selain itu, dia pun mengharapkan pelaku industri dapat melanjutkan komitmen penyerapan garam lokal dengan volume 1,1 juta ton untuk periode Juli 2019— Juni 2020.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk impor garam untuk industri pangan yang tak kunjung terealisasi, dikhawatirkan bakal berimbas pada pasokan sejumlah pangan olahan bahkan potensi ekspor Indonesia.
Pelaku usaha mengharapkan pemerintah segera menerbitkan impor garam industri aneka pangan untuk tahun ini.
Baca Juga
Tony menyatakan permohonan izin impor telah diajukan sejak awal tahun ini. Kendati demikian, dia mengemukakan izin yang dinantikan tak kunjung terbit dari Kementerian Perdagangan.
Dia menilai dampak kerugian yang berpotensi timbul apabila izin impor garam tak kunjung terbit di tengah stok ketersediaan yang menipis akan cukup besar. Dia menjelaskan gangguan bahan baku ini bisa menghentikan operasional produksi, hal ini disebutnya bisa saja mengancam tenaga kerja pabrik-pabrik ini.
"Stok sisa, tidak tahu persisnya berapa. Hanya saja terdapat tiga pabrik pengolah garam impor yang sudah tidak beroperasi dan ini bisa menggangu pasokan ke pabrik aneka pangan," ujar Tony kepada Bisnis, Jumat (28/2/2020).
Adapun, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejatinya telah memutuskan alokasi impor garam industri untuk 2020 sebesar 2,9 juta ton. Adapun realisasi impor garam pada akhir Desember 2019 tercatat berjumlah 2,3 juta ton dari alokasi 2,7 juta ton.
Setidaknya terdapat empat industri yang menggunakan garam impor pada 2019. Di antaranya, industri aneka pangan sebesar 637.683 ton, chlor alkali plant (CAP) 2,1 juta ton, farmasi dan kosmetik sebesar 7.343 ton, dan pertambangan 80.050 ton.
Tony menambahkan bahwa izin importasi yang tak kunjung terbit bakal mengancam potensi ekspor produk-produk berbahan baku garam impor yang nilainya melebihi US$10 miliar. Selain itu, kondisi ini dinilainya bakal menciptakan iklim investasi yang tak kondusif.
"Peluang ekspor yang di atas US$10 miliar itu berpotensi terganggu, kita bisa saja malah impor produk pangan olahan dari negara lain," kata Tony.
Sementara itu, berkaitan dengan komitmen penyerapan garam lokal dengan volume 1,1 juta ton untuk periode Juli 2019— Juni 2020 oleh industri, Tony menjamin penyerapan bakal berlanjut meski izin impor garam diterbitkan.
Sampai saat ini, menurutnya, realisasi penyerapan garam lokal hampir mencapai 800.000 ton.