Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sampharindo Retroviral Resmikan Pabrik Farmasi Antiretroviral

Pabrik ini akan menjadi produsen obat pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus pertama di Indonesia dengan investasi Rp90 miliar.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyerahkan sertifikat CDOB pada Presiden Direktur PT Sampharindo Perdana M. Syamsul Arifin pada seremoni pembukaan Pabrik Farmasi Antiretroviral di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/2)./ Bisnis - Ipak Ayu H Nurcaya
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyerahkan sertifikat CDOB pada Presiden Direktur PT Sampharindo Perdana M. Syamsul Arifin pada seremoni pembukaan Pabrik Farmasi Antiretroviral di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/2)./ Bisnis - Ipak Ayu H Nurcaya

Bisnis.com, SEMARANG — PT Sampharindo Retroviral Indonesia (SRI) hasil joint venture antara perusahaan farmasi India, Macleods Pharmaceutical dengan perusahaan farmasi lokal PT Sampharindo Perdana resmi membuka Pabrik Farmasi Antiretroviral di Semarang, Jawa Tengah.

Pabrik ini akan menjadi produsen obat pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus pertama di Indonesia dengan investasi Rp90 miliar.

Presiden Direktur PT Sampharindo Perdana M. Syamsul Arifin mengatakan Macleods Pharmaceutical dalam hal ini memiliki porsi kepemilikan 49 persen dan perseroan 51 persen. Alhasil, keseluruhan komponen produksi berasal dari lokal dan diutamakan untuk pasar domestik.

"Kami hanya impor mesin untuk granulasi dari India, dan alat cetak termasuk kemasan dari Korea. Kebutuhan obat ini juga 80 persen untuk pasar lokal sisanya ekspor ke Mesir, negara-negara di Afrika Utara dan lainnya," katanya, Kamis (27/2/2020).

Syamsul mengemukakan hal itu melihat Orang Dengan HIV AIDS atau ODHA di Indonesia ada sekitar 600.000 jiwa, sedangkan yang baru berhasil diobati 17 persen. Padahal mengacu pada WHO, di satu negara harus minimum 90 persen yang terdeteksi HIV/AIDS mendapat pengobatan.

Dengan demikian, Syamsul berharap hadirnya pabrik farmasi antiretroviral ini menjadi solusi pasokan obat HIV/AIDS dalam negeri. Dengan kemudahan jangkauan ketersediaan dalam negeri maka harga yang didapat konsumen nantinya juga akan lebih murah dibanding obat impor lainnya.

"Tahun pertama ini kami maksimalkan kapasitas produksi pada 150 juta obat dan dalam lima tahun pertama kami akan targetkan produksi hingga 500 juta dan selanjutnya meningkatkan investasi kembali untuk perluasan," ujar Syamsul.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper