Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah kelesuan pasar properti dalam negeri, para pengembang asal Jepang justru makin gencar melakukan ekspansi. Indonesia dinilai masih menjadi pasar yang seksi bagi pengembang dari Negeri Sakura.
Managing Partner of Strategic Advisory Coldwell Banker Tommy Bastami mengatakan ekspansi pengembang properti asal Jepang setidaknya didorong oleh empat faktor. Pertama, Pertama, potensi return pengembangan properti di Indonesia lebih besar dibandingkan di Jepang. Kedua, bagi investor Jepang, investasi di Indonesia dinilai lebih murah ketimbang menanam modal di negeri asalnya.
Ketiga, ceruk pasar dari ekspatriat Jepang di Indonesia cukup besar sehingga potensial untuk menyasar segmen pasar sewa. Di samping itu, permintaan dari masyarakat lokal juga masih tinggi.
"Keempat,reputasi pengembang Jepang di Indonesia tidak perlu diragukan baik dari kualitas produk ataupun dari penyelesaian proyeknya," ujar Tommy kepada Bisnis, Rabu (26/2/2020).
Tommy mengungkapkan, pihaknya turut membantu beberapa perusahaan Jepang yang memiliki minat untuk melakukan pengembangan properti di Indonesia. Dalam catatan Coldwell Baker, sejauh ini proyek yang dikembangkan oleh pengembang Jepang paling banyak menyasar hunian vertikal dan perumahan.
"Kami melihat peluang investasi dari Jepang ini masih luas, karena sejauh ini investor Jepang masih bermain di kelas middle upper to upper market, sedangkan kelas middle to middle low masih belum banyak digarap oleh pengembang Jepang," katanya.
Baca Juga
Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) bidang Hubungan Luar Negeri Rusmin Lawin mengatakan bahwa minat negeri Matahari Terbit untuk berinvestasi di Indonesia sudah dikenal sejak zaman dulu.
Menurutnya, Jepang memiliki sejarah panjang dalam perekonomian Indonesia ketika pertama kali berinvestasi di Indonesia pada 1970 yang dimulai dari sektor industri otomotif.
"Jadi bagi mereka Indonesia itu memang jadi tujuan utama untuk berinvestasi," ujarnya.
Dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang tahun lalu Jepang berada di peringkat ketiga berinvestasi di Indonesia dengan nilai investasi US$4,31 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 3.835.
Angka ini memang menurun dari 2018 yang tercatat di peringkat kedua dengan nilai investasi sebesar US$4,95 miliar dengan 3.166 proyek.
Rusmin mengatakan bahwa masifnya Jepang berinvestasi ke Tanah Air termasuk pada industri properti harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah Indonesia. Dia menyebut, pemerintah perlu menata regulasi, birokrasi, dan kemudahan investasi untuk menarik investor asing menanamkan modal di dalam negeri.
Salah satu pengembang Jepang yang cukup gencar ekspansi adalah Tokyu Land. hari ini, Tokyu Land Indonesia mulai melakukan pengerjaan konstruksi Branz Mega Kuningan. Proyek ini merupakan pengembangan kawasan skala besar di pusat kota CBD Jakarta dengan nilai investasi Rp2,5 triliun.
Pengembang Jepang itu membangun proyek yang terdiri dari dari dua menara masing-masing kondominium premium setinggi 45 lantai dan apartemen sewa 35 lantai dengan total luas 1 hektare.
Direktur Tokyu Land Indonesia Toshio Kojima mengakui bahwa secara umum industri properti di Indonesia tidak dapat dikatakan sedang dalam kondisi yang baik.
"Namun, kami percaya bahwa [ke depan] pasti akan bergairah kembali, termasuk perekonomian Indonesia" katanya usai peletakan batu pertama proyek Branz Mega Kuningan, pada Rabu (26/2/2020).
Sebelum Tokyu Land, pengembang Jepang Fujiken Co. Ltd., juga telah masuk ke pasar properti Indonesia dengan mengembangkan perumahan di Serang. Proyek tersebut merupakan Kerja Sama Operasional (KSO) bersama PT Mega Agung Sembada (MAS Group).