Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan pelarangan penyebrangan bagi kendaraan atau truk dengan kelebihan muatan dan over dimensi (ODOL) akan dimulai pada 1 Mei 2020 mendatang, diperkirakan bakal berdampak pada kenaikan harga sejumlah produk di tingkat konsumen.
Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus menuturkan selama ini, tarif angkut barang atau biaya logistik di Indonesia masih relatif mahal. Hal ini juga berdampak pada harga produk saat dijual di pasaran.
Sebab itu, Heri menilai banyak pelaku usaha yang menyiasatinya dengan mengoptimalkan muatan hingga overload.
“Dari sisi keamanan dan keselamatan sebenarnya cukup rentan. Jadi idealnya truk tidak overload dan biaya logistik dapat ditekan. Yang mempengaruhi biaya logistik cukup beragam mulai dari kuantitas dan kualitas infrastruktur konektivitas,” kata Heri, Minggu (23/2/2020).
Menurutnya, selama ini infrastruktur yang dibangun belum memberikan dampak besar terhadap penurunan biaya logistik. Hal itu membuat harga produk yang sebelumnya dikirim menggunakan kendaraan yang mengaplikasikan ODOL, menjadi lebih mahal ketika ketentuan pelarangan ODOL diberlakukan.
“Jadi kebutuhan pembangunan infrastruktur perlu dikorelasikan dan memperhatikan permasalahan logistic cost,” katanya.
Baca Juga
Sementara itu, bagi pengusaha tekstil, pelarangan tersebut tidak memberikan dampak terhadap industrinya. Sekertaris Eksekutif API Rizal Tanzil Rakhman menuturkan ini karena industri tekstil lebih menggunakan kapal ekspor dan bukan kapal roro.
“Dari tekstil gak terlalu berpengaruh karena truk kita dari pabrik langsung ke pelabuhan, gak pakai kapal roro menyebrang. Jadi praktis dari truk peti kemas langsung naik ke kapal-ekspor,” kata Rizal, Minggu (23/2/2020).
Dalam hal ini dia mengatakan selama ini perdagangan produk tektil antar pulau jauh lebih sedikit dibandingkan untuk ekspor. Apalagi, rata-rata pabrik tekstil ada di Jawa yang notabene tempat industri pakaian jadi.
“Perdagangan antar pulau untuk tekstil sedikit karena rata-rata pabrik tekstil ada di Jawa.”