Bisnis.com, JAKARTA — Pemanfaatan aplikasi Sikasep dan Sikumbang yang wajib digunakan oleh konsumen dan pengembang dalam proses penyaluran KPR bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan menuai polemik.
Aplikasi Sistem Informasi KPR Sejahtera FLPP (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulang Pengembang (SiKumbang) yang diluncurkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 19 Desember lalu itu dinilai malah membuat penyaluran KPR FLPP berjalan lambat.
Asosiasi pengembang menyebut penggunaannya masih sering mengalami kendala hingga menghambat penyerapan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan bahwa saat ini yang terjadi di lapangan adalah rumah sudah 100 persen dibangun, konsumen sudah siap, tetapi tidak bisa akad FLPP.
"Ini karena kami merasa masih banyak kerumitan dalam mengisi SiKasep dan SiKumbang. Masalahnya apakah PPDPP [Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan] mau menekan jumlah realisasi atau mau membantu masyarakat yang butuh rumah subsidi?" katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).
Berdasarkan catatan Bisnis, sampai Sabtu (15/2/2020), sistem SiKasep mencatat realisasi FLPP baru mencapai 414 unit dari 81.080 pemohon. Kebanyakan pemohon FLPP masih dalam proses subsidi checking dan verifikasi oleh bank.
Baca Juga
Di samping itu, Daniel tetap menilai perlunya tambahan kuota subsidi untuk perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Apersi juga telah menyampaikan sejumlah usulan kepada pemerintah untuk mengatasi keterbatasan anggaran subsidi di sektor perumahan.
Beberapa usulan Apersi di antaranya mengubah komposisi pembiayaan, semisal SMF (Sarana Multigriya Finansial) tetap 25 persen, PPDPP 45%, dan bank pelaksana jadi 30%.
"Hal ini akan menambah kuota rumah subsidi dengan penyesuaian suku bunga ataupun gabungan kenaikan berjenjang," ungkapnya.
Selain itu, skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang sudah dihapuskan juga diharap bisa kembali dipergunakan, tetapi dengan mengurangi masa tenor dari 20 tahun menjadi 12 tahun sampai dengan 15 tahun.
Dengan upaya tersebut, kata Daniel, kuota rumah subsidi bisa bertambah sampai dengan 100.000 unit tanpa memberatkan anggaran pemerintah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sementara itu, pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran penyaluran dana FLPP sebesar Rp11 triliun yang terdiri dari Rp9 triliun dari DIPA dan Rp2 triliun dari pengembalian pokok untuk 102.500 unit rumah.