Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu menyiapkan bukti-bukti yang memadai dalam memulai penyelidikan antidumping terhadap produk China.
Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebutkan hal itu dibutuhkan agar kebijakan perlindungan perdagangan tersebut tidak menjadi bumerang bagi Indonesia, Di sisi lain, dia pun berpendapat perlunya pertimbangan ekonomi dalam melancarkan aksi tersebut.
"Bagaimana pun ini produk yang menjadi bahan baku di dalam negeri. Ini adalah produk input untuk produksi lebih lanjut. Sebenarnya kita diuntungkan juga dengan produk yang lebih murah dari China. Ini yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri kita," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).
Terlepas akan hal tersebut, Yose tak memungkiri jika China masih melanggengkan praktik subsidi terhadap industri dalam negerinya. Terutama pada produk-produk yang bakal diekspor agar memiliki daya saing tinggi. Menurutnya, besarnya impor produk baja dan farmasi asal China pun tak lepas dari imbas Perang Dagang yang mengakibatkan pangsa pasar Negeri Panda ke Amerika Serikat terganggu.
"Sekarang masih ada [subsidi] meski tak sekuat 10 tahun lalu. Tapi ini juga imbas dari penetapan tarif produk baja asal China yang sangat tinggi oleh AS sehingga mau tidak mau barang yang diekspor ke AS
Adapun, Komite Antidumping Indonesia (Kadi) telah mengeluarkan pra-notifikasi kepada pemerintah China mengenai inisiasi penyelidikan antidumping terhadap dua produk impor asal negara tersebut, yakni hot rolled coil/plate (HRC/P) paduan dan lysine.
Baca Juga
Ketua Kadi Bachrul Chairi mengemukakan langkah ini diambil usai industri terkait melaporkan adanya lonjakan impor dalam beberapa tahun terakhir.
Pelaku industri sendiri menyebutkan bahwa kedua produk asal China tersebut dijual dengan margin harga yang siginifikan dan mempengaruhi produksi barang serupa di dalam negeri.
"Tahun ini kami sudah memberi pre-notifikasi kepada China bahwa kami telah menerima permohonan lengkap dari industri untuk diminta dilakukan penyelidikan antidumping. Dengan itu argo kita sudah jalan lewat pemberian notifikasi kepada negara tertuduh," kata Bachrul kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).
Untuk produk HRC paduan atau gulungan canai panas paduan, Bachrul menjelaskan bahwa produk tersebut sejatinya tak diproduksi di dalam negeri. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa HRC paduan asal China memiliki karakteristik dan sifat yang menyerupai produk baja tanpa campuran produksi dalam negeri.
Produk ini sendiri ditengarai masuk ke pasar dalam negeri dengan memanfaatkan metode pengalihan HS. Baja paduan sesungguhnya atau special steel sendiri disebut pelaku usaha memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu.