Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Selidiki Praktik Dumping Produk Baja Asal China

Melonjaknya impor produk baja asal China yang dijual dengan harga di bawah normal di Indonesia, membuat pemerintah menginisiasi penyelidikan antidumping terhadap produk tersebut. Hal serupa juga dilakukan pada produk lysine yang menjadi bahan baku pakan ternak.
Pabrik baja di Jiaxing, Provinsi Zhejiang, China/Reuters-William Hong
Pabrik baja di Jiaxing, Provinsi Zhejiang, China/Reuters-William Hong

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Antidumping Indonesia (Kadi) telah mengeluarkan pra-notifikasi kepada pemerintah China mengenai inisiasi penyelidikan antidumping terhadap dua produk impor asal negara tersebut, yakni hot rolled coil/plate (HRC/P) paduan dan lysine.

Ketua Kadi Bachrul Chairi mengatakan langkah ini diambil usai industri terkait melaporkan adanya lonjakan impor dalam beberapa tahun terakhir. Pelaku industri sendiri menyebutkan bahwa kedua produk asal China tersebut dijual dengan margin harga yang siginifikan dan mempengaruhi produksi barang serupa di dalam negeri.

"Tahun ini kami sudah memberi pra-notifikasi kepada China bahwa kami telah menerima permohonan lengkap dari industri untuk diminta dilakukan penyelidikan antidumping. Dengan itu argo kita sudah jalan lewat pemberian notifikasi kepada negara tertuduh," kata Bachrul kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).

Untuk produk HRC paduan atau gulungan canai panas paduan, Bachrul menjelaskan bahwa produk tersebut sejatinya tak diproduksi di dalam negeri. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa HRC paduan asal China memiliki karakteristik dan sifat yang menyerupai produk baja tanpa campuran produksi dalam negeri.

Produk ini sendiri ditengarai masuk ke pasar dalam negeri dengan memanfaatkan metode pengalihan HS. Baja paduan sesungguhnya atau special steel sendiri disebut pelaku usaha memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu.

"Karena fungsinya tidak berubah, para pengguna menjadi membeli alloy impor dan menggunakannya menggantikan produk dalam negeri. Ini yang coba kita lihat. Jika memang demikian dan ada praktik dumping di sana, kita kenakan bea masuk," kata Bachrul.

Sementara untuk produk lysine, Bachrul menyatakan sejumlah pelaku industri produk suplemen pada pakan ternak tersebut telah melaporkan adanya pangsa pasar yang tergerus akibat kehadiran produk serupa asal China.

"Lysine ini oleh industri pakan ternak, kami memperoleh laporan pabrik di Jawa Timur tidak lagi bisa menjual lantaran produk yang sama dari China dijual dengan harga lebih murah. Mereka menjadi kehilangan pangsa pasarnya," jelasnya.

Sementara itu, Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengemukakan adanya praktik circumvention dalam importasi produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon menjadi paduan merupakan upaya tidak adil dari eksportir agar terhindar dari tarif be masuk.

Dia mengatakan importasi produk baja paduan seperti baja boron yang memiliki kesamaan dengan produk sejeni produksi dalam negeri telah mengganggu kinerja produsen baja nasional. Dia mencatat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, impor baja paduan terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada 2015 menjadi 3,2 juta ton pada 2019 dan diiringi oleh penurunan volume impor baja karbon lantaran kedua produk ini saling mensubtitusi.

Dia pun mengharapkan pemerintah dan pelaku usaha terkait dapat mendukung petisi pengenaan bea masuk antidumping yang disampaikan industri baja nasional. Pengenaan bea masuk sendiri dinilainya perlu diterapkan lantaran China menjadi satu dari sekian negara eksportir baja yang mendapat keuntungan tarif bea masuk.

"Amerika Serikat telah mulai mengenakan tarif impor untuk produk baja sebesar 25 persen dan alumunium sebesar 10 persen dan merupakan negara teraktif dalam menerapkan Trade Remedies. Sementara negara lain seperti Uni Eropa dan Turki telah melakukan upaya pengamanan pasar domestiknya dengan melakukan safeguard terhadap impor baja," ujar Silmy seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (18/2/2020).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper