Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Serapan Kopi Premium Melambat, Peta Jalan Industri Diperlukan

Asumsi turunnya penyerapan berkaca dari ketersediaan pasokan kopi specialty yang banyak menganggur.
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri kopi premium atau specialty mengklaim sejak 2019 sudah merasakan perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo mengatakan asumsi turunnya penyerapan berkaca dari ketersediaan pasokan kopi specialty yang banyak menganggur. Menurutnya, salah satu pemicu harga yang mulai melambung tinggi.

"Dari sisi produksi masih berjalan normal tetapi penyerapan di konsumen yang melambat, di mana-mana stok tinggi, harganya juga sudah di luar kendali sampai Rp400.000 per kg," katanya kepada Bisnis.com, Senin (17/2/2020).

Bicara soal harga yang wajar, Moelyono mengemukakan harga kopi berada di kisaran Rp120.000—Rp150.000 per kg. Namun, tidak adanya standar yang digunakan petani dan prosesor menjadikan harga bergerak liar.

Harga bahan baku yg mahal ini juga diimbangi dengan kondisi keahlian pengolahan yang mulai berkurang. Padahal, investasi dalam industri kopi specialty tidak kecil.

Sementara melemahnya industri kopi specialty juga semakin didukung dengan pergeseran minat konsumsi. Saat ini, Moelyono mengakui masyarakat lebih menggemari produk varian kopi seperti es kopi susu.

Alhasil, berharap tahun ini akan merampungkan platform yang dijadikan peta industri kopi specialty untuk lebih menjanjikan ke depan.

"Harus ada win-win solution agar industri memiliki standar mulai dari penentuan harga kopi agar petani dan prosesor sama-sama masih mengantongi untung. [untuk] Itulah adanya standar sangat diperlukan, saya sudah berbicara soal ini sejak 2018 tetapi tidak ada yang peduli" ujar Moelyono.

Dia pun memastikan platform ini akan dibuat secara mandiri oleh pelaku usaha. Meski demikian, Moelyono tetap memiliki harapan pada pemerintah agar juga memiliki rumusan aturan main yang jelas, standar yang baik, dan supervisi yang bertanggungjawab untuk industri ini.

Adapun, hingga saat ini volume produksi bubuk kopi nasional saat ini mencapai 300.000—380.000 ton. Produksi kopi specialty sendiri masih kecil atau sekitar 5 persen.

Sementara secara komposisi, permintaan dalam negeri mendominasi penyerapan atau sekitar 84 persen atau 320.000 ton, sedangkan permintaan ekspor mencapai 60.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper