Bisnis.com, JAKARTA - Kekosongan stok buah yang diperoleh dari impor membuat Transmart berpotensi mengalami kerugian hingga Rp500 juta per hari.
Vice President Corporate Communications Transmart Carrefour Satria Hamid mengatakan selama ini pasokan normal buah impor di gerai ritelnya mencapai 30-32 ton per hari. Namun lantaran adanya keterbatasan stok, pasokan pun menurun menjadi 20 ton per hari.
“Itu pun hanya menghabiskan stok yang ada, tidak ada lagi barang yang masuk dan jenisnya sangat terbatas. Saat ini pasokan impor turun sebesar 27 persen dan potensi kerugian sebesar Rp400-500 juta per hari. Fresh contribusi sebesar 15 persen, jadi potensi kerugian secara total di Transmart bisa mencapai 4-5 persen,” katanya, Senin (17/2/2020).
Untuk itu, pihaknya akan beralih buah lokal sebagai alternatif untuk mengisi stok tersebut. Kendati, dia mengakui ada sejumlah tantangan jika menggunakan buah lokal. Seperti pasokan yang terbatas dan tergantung pada musim.
“Nah itu yang menarik pastinya ke situ karena buah lokal kan tergantung musim. Sedangkan di ritel kita gak boleh kosong,” lanjutnya.
Selain musim, tantangan menggunakan buah lokal yaitu harga dimana harga buah-buahan lokal tidak kompetitif. Dalam hal ini, harga buah lokal dipengaruhi oleh masih mahalnya tarif dan efisiensi logistik.
Baca Juga
“Belum lagi kualitasnya, kalau di ritel kan kami pasti melihat sebuah kualitas, kualitasnya gak merata. Secara kuantitasnya juga,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, sejumlah harga buah dan sayuran impor di tingkat ritel modern jenis hypermarket dan supermarket (pasar swalayan) memperlihatkan kenaikan yang hampir menyentuh 20 persen tiap bulannya sejak Desember 2019.
Untuk anggur merah misalnya, harga pada pertengahan Desember 2019 tercatat berada di Rp61.900 per kilogram (kg). Harga tersebut meningkat menjadi Rp72.000 pada Januari dan mencapai Rp129.000 per kg pada pertengahan Februari.
Ketua Umum Harian Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayur Segar (Aseibssindo) Hendra Juwono mengatakan, menurunnya pasokan dari importir buah dan sayur disebut menjadi penyebab utama kenaikan harga tersebut.
Sepanjang 2020, para importir menyebutkan hanya terdapat tiga perusahaan yang memperoleh rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian.
"Banyak rekan-rekan ritel yang akan meninjau kembali harga dan menyesuaikan sesuai stok. Kenaikan harga ini dikhawatirkan dapat memicu penurunan penjualan dan pendapatan ritel sampai 25 persen. Kalau naik harga lagi penjualan pasti turun lagi, konsumen tidak beli," ujarnya.
Hendra mengakui bahwa sebagian besar stok buah dan sayuran impor dalam kondisi kosong di sebagian besar gudang importir. Dia menyebutkan hanya segelintir importir yang masih memiliki persediaan.
Tiga perusahaan yang telah memperoleh izin impor pun dikhawatirkan Hendra dapat memicu timbulnya monopoli lantaran total volume yang diperoleh oleh ketiga perusahaan tersebut hanya berjumlah 16.312 ton. Padahal, pasokan buah dan sayur impor secara mingguan berkisar di angka 27.000 sampai 29.000 ton.
"Kebutuhan di angka tesebut sudah termasuk bawang bombay. Padahal di dalam negeri kita tidak produksi bawang bombay. Bisa dipastikan harga akan melambung dan membebani konsumen," lanjut dia.
Hendra mencatat total perusahaan yang mengajukan impor dalam setahun pada umumnya berjumlah 150 perusahaan. Izin yang tak kunjung terbit ini pun disebutnya baru terjadi pada tahun ini.