Bisnis.com, JAKARTA — Pasar properti di subsektor perkantoran dinilai masih jadi pilihan di 2020 ini, di tengah menjamurnya konsep ruang kantor fleksibel atau co-working space.
Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan pangsa pasar perkantoran dinilai masih prospektif.
Survei Cushman & Wakefield memprediksi tingkat okupansi pasar perkantoran di kawasan pusat bisnis atau central business district (CBD) pada 2020 akan berada pada kisaran 75,6 persen dan non-CBD di kisaran 83 persen.
Khusus CBD, angka itu bisa merangkak naik hingga 2023 yang diprediksi bisa mencapai di atas 80 persen.
"Kita lihat dengan pasokan yang mulai menurun terus dan permintaan yang naik, mudah-mudahan tingkat hunian juga mulai naik," ujarnya pada Bisnis pada akhir pekan ini.
Riset Cushman & Wakefield mencatat pada kuartal IV/2019 permintaan tingkat okupansi perkantoran mulai membaik setelah empat tahun berturut-turut mengalami tren penurunan.
Baca Juga
Tingkat okupansi di pasar perkantoran pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta, misalnya, mencatatkan okupansi di kisaran 75,3 persen atau naik 1,0 persen jika dibandingkan pada 2018 yaitu 74,3 persen.
Menurutnya, kenaikan tingkat okupansi pada tahun lalu terjadi karena perluasan penyewa dan semakin sedikitnya pasokan baru yang tersedia.
Tahun lalu, sebanyak 290.000 meter persegi ruang perkantoran baru telah selesai dan masuk ke pasar. Jumlah ini turun tajam jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 538.000 meter persegi.
Arief melihat menjamurnya co-working space baik di kawasan CBD dan non-CBD Jakarta tidak terlalu berdampak pada pasar perkantoran karena adanya konsep dan segmen yang berbeda. Sasaran co-working space lebih kepada basis sewa dengan jangka pendek.
"Tidak hanya individu, tetapi juga ternyata ada perusahaan yang mungkin punya proyek dengan jangka pendek, mereka lebih memilih sewa co-working space," jelasnya.
Dengan adanya konsep dan segmen yang berbeda, imbuhnya, maka sebetulnya tidak ada persaingan di antara keduanya. Apalagi, jika melihat kondisi saat ini, dia mengatakan tak jarang para pemilik gedung justru mengambil langkah dengan menggandeng operator penyedia ruang kerja bersama sebagai mitra dari perkantoran tradisional.
"Perkantoran tradisional pun bisa mengundang co-working space untuk jadi tandem mereka," tuturnya.
Berdasarkan riset, Arief juga mengatakan bahwa tahun ini diproyeksikan akan masuk pasokan ruang perkantoran baru di CBD sebesar 320.000 meter persegi, di mana sebanyak 93 persen diantaranya adalah gedung perkantoran grade A.
Sementara itu, pasokan di non-CBD diprediksi mencapai 255.800 meter persegi dengan tingkat permintaan 227.000 meter persegi.
Arief menuturkan saat ini terjadi kecenderungan perpindahan ruang perkantoran dari grade B dan C ke gedung grade A. Dia menyebutkan, beberapa kawasan perkantoran di Jakarta yang permintaannya masih cukup tinggi antara lain adalah kawasan Sudirman, Kuningan dan Gatot Subroto.
“Rata-rata penyewa di kawasan itu berasal dari perusahaan e-commerce, tekfin, finansial, asuransi hingga co-working space,” ungkapnya.