Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan telah memberikan masukan kepada pemerintah untuk menyelamatkan industri baja nasional.
Ketua Umum IISIA Silmy Karim mengatakan setidaknya terdapat empat masukan dari asosiasi kepada pemerintah. Pertama, pendalaman pasar domestik. Menurutnya, utilisasi rata-rata pabirkan baja saat ini berada di bawah level 50%.
"Keluhan anggota juga cukup tinggi karena derasnya impor, terutama pada 2018--2019," ujarnya, Selasa (28/1/2020).
Kedua, Silmy menyarankan kepada pemerintah bahwa kondisi yang paling ideal untuk menyelamatkan industri baja adalah penerapan bea masuk anti subsidi dan anti dumping. Selain itu, ujarnya, asosiasi juga menyarankan adanya harga minimum impor.
Menurutnya, hal itu dapat mencegah adanya penyelewengan pos tarif (post circumvention) yang selama ini dilakukan pada impor alloy steel. Seperti diketahui, oknum importir menyatakan bahwa barang yang dikirimkan sebagai carbon steel saat mengirimkan alloy steel untuk mendapatkan tidak dikenakan karbon.
"Alloy steel itu tidak ada yang harganya di bawah US$800/ton. Mereka ini [oknum] mengimpor dengan [harga] US$300--US$400/ton. Itu ada pengalihan HS Code," katanya.
Baca Juga
Ketiga, Silmy juga menyarankan agar pelabuhan tujuan impor dikurangi menjadi dua pelabuhan. Silmy menilai hal tersebut akan mempermudah pengawasan importasi baja di pelabuhan.
Keempat, harus ada standar nasional Indonesia (SNI) Wajib yang harus dipatuhi pabrikan secara sistematis. Silmy berujar hal tersebut akan mencegah adanya pabrikan nakal yang mencoba mengurangi biaya produksi dengan menggunakan bahan baku baja yang tidak berkualitas.
"Harga boleh murah, tapi kalau kualitasnya rendah banyak yang kasihan," ujarnya.