Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan mengecualikan slag nikel dan baja dari kelompok bahan berbahaya dan beracun (B3). Adapun, upaya tersebut dilakukan melalui koordinasi lintas kementerian.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kemenperin Teddy C. Sianturi mengatakan slag baja sangat berpotensi menghasilkan nilai tambah. Namun, lanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memasukkan slag baja sebagai limbah B3 dan melarang pendistribusian dan pembuangan tanpa izin.
"Kami mengusulkan, kami akan mengikuti izin itu, tapi dipermudah dong [pengeluaran izinnya]," katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Teddy mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan KLHK terkait permasalahan tersebut. Selain mempermudah izin distribusi dan penyimpanan, Teddy juga mengusulkan agar pabrikan yang tidak mematuhi tidak dikenakan pasal pidana melainkan pencabutan izin.
Kemenperin menyatakan industri peleburan dan pemurnian domestik menghasilkan sekitar 21,8 juta slag per tahun. Industri peleburan baja dan nikel menjadi industri yang menghasilkan volume slag per tahun terbesar.
Adapun, industri baja menghasilkan sekitar 2,2 juta ton slag per tahun dari 44 pabrikan. Sementara itu, industri nikel menghasilkan 13 juta ton slag per tahun dari produksi 2,4 juta ton per tahun nickel pig iron.
Industri tembaga menghasilkan slag sebesar 655.000 ton per tahun. Industri aluminium menghasilkan 3.000 ton slag per tahun dari produksi aluminium ingot dan 5,7 juta ton residu bauksit per tahun dari kegiatan PT Well Harvest Winning AR.
Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) memproyeksi industri baja dalam negeri memproduksi hingga 940.000 ton ground granulated blast furnace slag (GGBFS) segar pada 2019. Adapun, pada 2018 asosiasi mencatat terdapat sekitar 932.000 ton GGBFS yang terbentuk dari produksi baja domestik.
Secara komposisi, asosiasi mendata PT Krakatau Semen Indonesia menyerap 40,42% atau 380.000 ton, selebihnya diserap oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (240.000 ton), PT Semen Jakarta (240.000 ton), dan PT Korea Resources Recycling and Green Indonesia (100.000 ton).