Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Menilai PMK 199/2019 Ciptakan Keadilan Berbisnis

Pada 31 Desember 2019, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman. Nantinya Permenkeu ini akan berlaku pada 30 Januari 2020. 
Petugas Bea Cukai menjalankan tugasnya di Bandara Soekarno-Hatta./Istimewa
Petugas Bea Cukai menjalankan tugasnya di Bandara Soekarno-Hatta./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pada 31 Desember 2019, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman. Nantinya Permenkeu ini akan berlaku pada 30 Januari 2020. 

Dalam Permenkeu ini, pihak Bea dan Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman yang semula ditetapkan US$75, berdasarkan Permenkeu menjadi US$3 per kiriman. Artinya nilai produk tersebut setara dengan Rp42.000 jika menggunakan asumsi kurs Rp14 ribu per 1 dollar AS.

Selain itu pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) berlaku secara normal. Pemerintah juga merasionalisasi tarif dari yang semula antara 27,5 persen hingga 37,5 persen (dengan perincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi 17,5 persen dengan rincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10  persen dan PPh 0 persen.

Keputusan ini disambut dengan baik oleh para pengusaha. Dalam rilis yang diterima, Sabtu (25/1/2020), Lisa Juliawati, Presiden Direktur PT Uniair Indotama Cargo (UIC) mengatakan bahwa keluarnya Permenkeu ini menjadikan level of playing field (bidang yang sama) di antara para importir yang membayar bea masuk.

Dengan keputusan ini, setelah 30 Januari maka kerugian negara yang selama ini terjadi karena deminimus dapat ditekan karena ketentuan Permenkeu  mulai berlaku. Ke depannya pendapatan negara secara otomatis juga akan bertambah, demikian juga di antara para pelaku usaha di dalam negeri memiliki  kesempatan berusaha yang sama.

Perusahaan PLB e-commerce seperti PT UIC sebagai PLB e-commerce pertama di Indonesia menurut Lisa, peraturan ini menjadikan PLB ecommerce sebagai pilihan yang efektif untuk penjual, pembeli dan pemerintah dalam melakukan transaksi cross border e-commerce.

Jika sebelum keluarnya peraturan  ini,  memasukkan barang-barang impor yang nilainya di bawah US$75 memalui PJT dibebaskan bayar pajak dan bea masuk. Maka setelah keluarnya Permenkeu, aturan BM & PDRI kepabeanan tidak jauh berbeda antara PLB e-commerce dengan PJT karena PLB e-commerce tidak mengenal threshold.

Sementara itu bagi IKM dan UKM, Permenkeu ini juga berdampak menciptakan terjadinya kesamaan level playing field. Para pengusaha sama-sama harus membayar PPN, dibanding sebelumnya mereka tidak membayar PPN.

Para pelaku IKM tidak merasa berkeberatan dengan keluarnya peraturan ini. Jika biasanya mereka harus mengimpor bahan baku, lantas diproduksi buat ekspor. Kini mereka bisa memasukkan produknya ke dalam PLB e-commerce. Karena PLB e-commerce  mendukung produk-produk IKM yang diproduksi untuk ekspor.

Untuk bahan baku yang tidak ada di dalam negeri, mereka biasanya melakukan impornya melalui PLB e commerce. Melalui sistem impor kolektif dan dibantu oleh PLB e-commerce, maka bahan baku yang digunakan untuk tujuan ekspor, mendapat fasilitas tidak perlu membayar bea masuk. Sebab bahan baku yang digunakan untuk produksi dan akan diekspor, apabila masuk ke PLB, tidak dikenai bea masuk.”

Keadilan Berbisnis

Secara terpisah, Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono mengemukakan, Peraturan Menkeu No. 199/2019 tentang turunnya ambang batas (threshold) menjadi US$3 dari sebelumnya US$75 yang dikenai pajak, membuat level of playing field antara perusahaan offline dan online trading menjadi lebih setara.

“Kesetaraan level of playing field menciptakan rasa keadilan berbisnis dan diharapkan meningkatkan gairah mengembangkan bisnis, khususnya bagi para pedagang dan produsen produk dalam negeri. Permenkeu ini juga turut berdampak memberi tambahan insentif bagi produsen dalam negeri, khususnya bagi IKM dan UKM berorientasi ekspor. Para produsen produk-produk IKM seperti fesyen, makanan olahan, dan lainnya mendapat angin segar dengan keluarnya PMK ini.”

Handito yang juga sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bidang Pengembangan UMKM ini mengatakan, para peritel nasional yang akhir-akhir ini tergerus oleh produk luar negeri yang masuk ke pasar dalam negeri dengan harga lebih murah melalui sistem e-commerce, merasa mendapat angin segar dengan keluarnya peraturan ini. Mereka merasa pemerintah memperhatikan juga kepentingan mereka.

Secara umum PMK 199/2019 ini secara luas, akan menekan defisit neraca perdagangan, tidak hanya karena produk barang jadi impor perlahan-lahan akan berkurang, tetapi juga karena dari kebijakan ini diharapkan nilai ekspor akan mulai meningkat kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhirul Anwar
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper