Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pak Arifin, Jangan Biarkan Meja Kerja Dirjen Migas Berdebu

Setidaknya sudah 6 bulan, kursi jabatan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM tidak bertuan. Menteri ESDM Arifin Tasrif tampak tidak terburu-buru memunculkan nama pengganti Djoko Siswanto sebagai nahkoda sektor migas ini.
Menteri ESDM Arifin Tasrif (kanan), Sekjen dan Plt. Dirjen Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial (tengah), dan Sekjen DEN Djoko Siswanto di kantor Kementerian ESDM./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Menteri ESDM Arifin Tasrif (kanan), Sekjen dan Plt. Dirjen Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial (tengah), dan Sekjen DEN Djoko Siswanto di kantor Kementerian ESDM./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Setidaknya sudah 6 bulan, kursi jabatan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM tidak bertuan. Menteri ESDM Arifin Tasrif tampak tidak terburu-buru memunculkan nama pengganti Djoko Siswanto sebagai nahkoda sektor migas ini.

Djoko Siswanto dicopot sebagai Dirjen Migas oleh Menteri ESDM periode 2014 - 2019 Ignasius Jonan pada 12 Juli 2019. Meski melepas jabatan definitif, Djoko tetap diberi kepercayaan menjabat sebagai Pelaksana Tugas Dirjen Migas.

Sebelum kepemimpinan Jonan berakhir dan digantikan oleh Arifin Tasrif, sebenarnya sudah dilakukan lelang jabatan dan memunculkan empat nama pengganti Djoko. Sayangnya, hingga 100 hari menjabat, Arifin masih nyaman membiarkan kursi panas Dirjen Migas diisi oleh Pelaksana Tugas.

Baru-baru ini, posisi yang diduduki Djoksis, panggilan akrab Djoko, kembali berganti nahkoda. "Maaf, sejak kemarin [21 Januari] saya sudah tidak sebagai Pelaksana Tugas Dirjen Migas," ungkap Djoko saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (22/1/2020).

Arifin memberi posisi Plt. Dirjen Migas tersebut kepada Ego Syahrial. Saat ini, Ego menduduki jabatan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM. Saat dikonfirmasi Bisnis.com, Ego mengamininya. Menurutnya, tidak ada permasalahan atas pemindahan Pelaksana Tugas.

"Kan Djoko sudah lama [6 bulan] dan dia ada tugas utamanya di Sekjen DEN," katanya.

Dalam Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara No.2/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian, disebutkan bahwa pegawai negeri sipil yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.

Atas proses lelang jabatan Dirjen Migas, Ego pun tidak menampik bahwa hingga saat ini belum ada nama yang diserahkan Menteri ESDM kepada Presiden Joko Widodo. Ego mengatakan, Menteri ESDM masih pada tahap proses penyaringan nama.

"Pak Menteri [Arifin Tasrif] masih terus memproses," katanya.

Dari proses lelang, setidaknya ada empat nama yang lolos administrasi seleksi terbuka pengisian lowongan jabatan pimpinan tinggi madya Dirjen Migas.

Berdasarkan dokumen yang ditandatangani langsung oleh Ketua Panitia Seleksi Dirjen Migas Ego Syahrial, empat nama tersebut adalah Direktur Bahan Bakar Minyak (BBM) Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Patuan Alfon Simanjuntak, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Setyorini Trihutami, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Andiani, serta Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis ESDM Ediar Usman.

Ketika dikonfirmasi, dua nama yang lolos administrasi dan telah melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test), belum mengetahui kelanjutan proses.

"Saya tidak mengikuti perkembangannya. Biasanya kan wartawan lebih tahu," seloroh salah satu calon Dirjen Migas yang enggan disebut namanya.

Mulai berdebunya kursi jabatan Dirjen Migas perlu disikapi serius oleh Menteri ESDM. Setidaknya, jika melihat permasalahan ekonomi nasional belakangan, maka sektor migas yang kerap jadi biang kerok.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan Menteri ESDM harus mengerti kondisi ekonomi nasional dan diharapkan segera memilih nama Dirjen Migas definitif. "Terserah mau lelang ulang atau dari calon yang ada. Posisi ini paling strategis di Kementerian ESDM karena Dirjen Migas mengurusi hulu dan hilir," katanya.

Menurutnya, Plt. Dirjen Migas tidak dapat mengambil keputusan strategis karena kewenangannya terbatas. Selain itu, pengisi Plt. Dirjen Migas juga terkesan tidak memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan pelayanan birokrasi berjalan baik.

Jika bicara pekerjaan rumah sektor migas, maka yang paling mudah kita ingat adalah adanya defisit neraca perdagangan. Dalam 2 tahun terakhir, memerahnya neraca migas jadi sorotan, kendati Indonesia telah resmi menjadi net importer sejak awal 2000-an.

Selanjutnya, polemik harga gas industri, izin impor BBM dan crude oil atau minyak mentah, program mandatori biodiesel, hingga polemik subsidi LPG, jadi sederet pekerjaan rumah di sektor ini. 

Koordinator Nasional di Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah mengatakan sudah terlalu lama posisi Dirjen Migas kosong. Jika dibiarkan, potensi rencana kerja sektor migas dapat terkendala.

"Ditambah lagi Menteri Arifin tidak menyampaikan gagasan masa depan sektor ESDM. Kalau beliau memang mantan diplomat, bagaimana visi energi ke depan," katanya.

Dia mengakui, memang tidak ada visi menteri di era Presiden Joko Widodo. Akan tetapi, lanjut Maryati, para pembantu presiden wajib menjabarkan visi energi dengan rencana teknis.

Maryati menambahkan keberadaan Dirjen Migas penting untuk segera dihadirkan mengingat penggunaan energi bersumber dari fosil telah mengakibatkan masalah fiskal. Selain itu, banyak pula wilayah kerja migas yang memasuki masa terminasi dan perlu dilakukan perpanjangan.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengatakan memperpanjang masa waktu pelaksana tugas, berarti sama saja memperpanjang menghambat proses pelayanan publik.

"Makanya tidak sehat bagi Kementerian ESDM karena migas paling strategis," katanya.

Kendati demikian, potensi terhambatnya pelayanan publik karena ketiadaan pejabat di sebuah direktorat jenderal kementerian atau lembaga memang tergantung tingkat kepadatan beban tugas hingga volume program.

Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Borobudur Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pengangkatan Pelaksana Tugas memang terbatas, tetapi disesuaikan penugasan dari pemimpinnya.

Dia mengakui, proses pemilihan Dirjen akan memakan waktu mulai dari seleksi administrasi hingga Tim Penilai Akhir (TPA). Namun, untuk memilih pejabat eselon I,II,III, dan IV cukup memakan waktu 3 bulan.

“Kalau unsur politisnya menurut saya bisa diminimalisir di TPA. [Seharusnya] 3 bulan bisa selesai. Sebaiknya tidak terlalu lama, sehingga pola karir di ASN-nya bisa berjalan lancar” ujarnya.

Zudan yang juga menjadi Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) mengatakan terganggunya pelayanan birokrasi sangat tergantung pada tingkat kesibukan pejabat, kepadatan tugas, hingga program strategis yang dikerjakan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper