Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Beras Nasional Tinggi, Ini Penyebabnya

Harga beras nasional secara konsisten selalu lebih tinggi daripada beras internasional. Salah satu penyebabnya adalah penerapan kebijakan non-tariff measures (NTM) atau kebijakan nontarif dalam tata niaganya.
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA – Harga beras nasional secara konsisten selalu lebih tinggi daripada beras internasional. Salah satu penyebabnya adalah penerapan kebijakan non-tariff measures (NTM) atau kebijakan nontarif dalam tata niaganya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menunjukkan beras dikonsumsi sebanyak 270 juta jiwa di Indonesia dengan rata-rata tingkat konsumsi sebesar 96,3 kilogram (kg) per kapita setiap tahun. Jumlah tersebut pada akhirnya menjadikan Indonesia sebagai konsumen beras terbesar di dunia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, mayoritas beras yang dikonsumsi rakyat Indonesia berasal dari produksi domestik. Namun, Indonesia juga termasuk ke dalam negara-negara importir beras.  Indonesia mengimpor sebanyak 35% beras dari Thailand dan 34% dari Vietnam di 2018.

Felippa menjelaskan, berdasarkan data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) 2019, terdapat 54 kebijakan NTM atau nontarif yang dikenakan pada beras. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 1/2018 yang menyatakan bahwa beras hanya dapat diimpor oleh Perum (Perusahaan Umum) Badan Urusan Logistik (Bulog) setelah menerima otorisasi resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

”Otorisasi ini dihasilkan dari rapat koordinasi menteri yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinasi Perekonomian dengan kementerian terkait. Keputusan untuk mengimpor beras harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti stok beras Bulog, perbedaan harga, dan/atau produksi beras nasional. Data pertanian yang tidak sama antar instansi juga dijadikan dasar pengambilan keputusan ini,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com pada Jumat (24/1/2020).

Felippa menjelaskan panjangnya proses birokrasi seringkali menghalangi Bulog untuk mengimpor di saat harga internasional sedang rendah. Bulog sering harus mengimpor di saat harga beras internasional tinggi dan masa itu bersamaan dengan masa panen petani domestik. 

“Padahal, petani juga termasuk konsumen. Implementasi berbagai kebijakan NTM ini seringkali dijustifikasi oleh argumen swasembada pangan di mana Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, memastikan beras domestik mendominasi pasar, dan melindungi petani beras domestik,” tegasnya.

Lebih lanjut, menurut Felippa, penerapan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) lewat Permendag No. 57/2017 yang menetapkan kisaran harga beras antara Rp9.450 hingga Rp10.250 untuk beras kualitas menengah juga tidak efektif. Pada kenyataannya, harga beras nasional secara konsisten lebih tinggi daripada harga internasional.

“Pada Oktober 2019, harga beras Indonesia adalah Rp12.108 [US$ 0,87] per kilogram. Harga ini dua kali lebih mahal dari harga internasional Rp5.899 [US$ 0,42]. Berdasarkan data Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2019, harga beras saat ini mengambil 11,42% dari semua konsumsi pangan,” ungkapnya.

Felippa menambahkan Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan banyak kebijakan NTM, salah satunya pada perdagangan pangan. Penerapan NTM di sektor pangan berdampak besar bagi ketahanan pangan karena memengaruhi kualitas, kuantitas, dan harga makanan yang dikonsumsi.

“Hal ini pada akhirnya berkontribusi pada munculnya angka malnutrisi,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Lucky Leonard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper