Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi dan pelaku usaha di sektor properti menyampaikan sejumlah usulan terkait dengan langkah alternatif yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi kekurangan anggaran untuk program pembiayaan perumahan rakyat.
Plt. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso mengatakan bahwa alternatif solusi terhadap persoalan kekurangan anggaran untuk perumahan rakyat perlu segera disampaikan ke pemerintah karena angka kekuangan pasok (backlog) perumahan di Indonesia masih cukup tinggi.
Selain itu, kekurangan anggaran juga menyebabkan kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) berpotensi habis pada April tahun ini. Hal tersebut dianggap dapat membahayakan keberlangsungan sektor properti dan 174 industri turunan yang terkait dengan sektot tersebut.
“Kami sudah diskusikan persoalan ini dengan teman-teman pengembang dan telah menghasilkan beberapa solusi yang akan dibawa ke pemerintah termasuk Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, dan DPR RI,” ujarnya di sela-sela konferensi pers di Menara Kadin, Kamis (23/1/2020).
Setyo menjabarkan beberapa usulan yang segera disampaikan ke pemerintah antara lain adalah pengalihan dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) menjadi mekanisme subsidi selisih bunga (SSB) untuk tahun ini.
“Pengalihan ini akan menambah bantuan sekitar 128.125 unit rumah,” ucapnya.
Baca Juga
Kemudian, dana APBD yang mengendap juga bisa menjadi alternatif pembiayaan yang bisa dikembangkan.
Dia menuturkan bahwa dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening pemerintah daerah hingga Rp186 triliun bisa ditarik ke pusat hingga 10 persen untuk dialihkan ke program perumahan sederhana.
Menurut Setyo, hal tersebut bisa saja dilakukan karena sesuai dengan UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa rumah umum mendapatkan kemudahan dan atau bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Lebih lanjut, Setyo mengungkapkan usulan berikutnya yang akan disampaikan ke pemerintah ialah optimalisasi peran BPJS Ketenagakerjaan dan PT Sarana Multigriya Finansial.
Mengenai optimalisasi peran dari BPJS Ketenagakerjaan, dia menyatakan bahwa diperlukan adanya titik temu di Kemenaker untuk tingkat bunga optimal antara bank dan BPJS Ketenagakerjaan.
Usulan yang terakhir adalah realokasi sebagian APBN 2020 untuk subsidi yang dianggap kurang tepat sasaran untuk dialihkan pada program perumahan rakyat. Salah satu program yang dianggap kurang tepat sasaran, misalnya, subsidi LPG.
“Tentu ada kebijakan subsidi pemerintah yang perlu dievaluasi, misalnya, mengenai LPG yang kurang tepat sasaran. Alangkah baiknya jika subsidinya bisa dialihkan untuk perumahan,” ujar Setyo.