Bisnis.com, TANGERANG -- Sriwijaya Air Group menargetkan bisa meningkatkan pangsa pasar rute domestik untuk maskapai nasional menjadi 8 persen pada tahun ini.
Direktur Utama Sriwijaya Air Group Jefferson I. Jauwena mengatakan persentase pangsa pasar pada 2019 sempat turun menjadi sekitar 7 persen. Angka tersebut masih jauh di bawah pangsa pasar pada 2018 yang sempat mencapai 10 persen.
"Kami mencoba realistis saja, dengan alat produksi saat ini. Target utama ke depan kami adalah generasi milenial," kata Jefferson, Senin (10/1/2020).
Dia menambahkan telah menyiapkan beberapa strategi agar bisa bersaing bukan dari aspek tarif melainkan dari sisi pelayanan. Strategi perang harga untuk industri penerbangan sudah ditinggalkan sejak beberapa tahun lalu.
Pertama, adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan pesawat yang beroperasi. Aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan tetap diutamakan.
Kedua, lanjutnya, mempertimbangkan menambah rute ataupun meningkatkan frekuensi penerbangan pada destinasi yang potensial dan sejalan dengan program pemerintah, khususnya lima destinasi super prioritas.
Adapun, kelima destinasi super prioritas tersebut adalah Danau Toba di Sumatra Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, dan Likupang di Sulawesi Utara.
Dia menuturkan selain dari penerbangan berjadwal, upaya peningkatan jumlah penumpang ke destinasi wisata juga akan dilakukan pada program penerbangan sewa (carter). Penerbangan carter dari China yang semula singgah ke Denpasar bisa diarahkan untuk pindah ke Yogyakarta ataupun destinasi lain.
Strategi ketiga, tuturnya, adalah mengembangkan teknologi digital yang menjadi keseharian dari generasi milenial. Adapun, detail dari pengembangan tersebut masih dalam tahap pengerjaan, sehingga belum bisa disampaikan.
Dia mengaku tetap mempertahankan layanan medium (medium service) kendati sedang dalam tahap normalisasi. Tarif juga dijaga agar tetap sesuai regulasi, yakni hingga 90 persen dari tarif batas atas (TBA).
"Kami tidak menginginkan adanya perang tarif. Semua maskapai pasti ingin tetap terus beroperasi dengan kinerja keuangan yang sehat, untuk kemajuan industri penerbangan nasional," ujarnya.