Bisnis.com, JAKARTA — Besaran nilai kompensasi data dan informasi atau KDI Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) baru yang ditawarkan dalam 2 tahun terakhir dinilai perlu direvisi.
Untuk diketahui, pada 27 September 2019, Kementerian ESDM melalui Keputusan Menteri ESDM Nomer 181 K/30/MEM/2019 tentang Wilayah Usaha Pertambangan dan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus Periode Tahun 2019. Pemerintah menetapkan 10 WIUP dan 3 WIUPK baru dengan nilai KDI mencapai Rp2,24 triliun.
Sebelumnya, pada 2018, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No. 1805.K/30/MEM/2018 tentang Harga Kompensasi Data Informasi dan Informasi Penggunaan Lahan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus. Terdapat 10 WIUP dan 6 WIUP dengan KDI senilai Rp4,095 triliun.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan saat ini pemerintah sedang meninjau ulang besaran KDI yang diberlakukan. Pasalnya, besaran KDI saat ini sangat mahal apalagi untuk tahap eksplorasi yang belum ada data potensi sumber daya dan cadangan.
“Baru-baru ini kami dari asosiasi profesi melakukan kajian dan diskusi tentang KDI ini dan disimpulkan memang harga KDI saat ini tidak kompetitif atau mahal sekali sehingga tidak ada peminatnya untuk ikut lelang wilayah, kecuali dua blok yang dimenangkan Antam pada 2018,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Rizal membandingkan lelang wilayah dengan luasan yang sama di beberapa negara sumber bahan tambang. Luasan 97.000 ha untuk eksplorasi dengan formula dalam regulasi itu mencapai nilai Rp225 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan Australia yang hanya Rp21 juta.
“Di Vietnam hanya Rp10,5 juta, Cile Rp3,68 miliar, Filipina Rp13,4 juta, Thailand hanya Rp0,47 juta, dan Argentina Rp71,78 juta,” katanya.
Menurutnya, untuk lelang wilayah eksplorasi yang greenfield dalam arti belum ada data potensi sumber daya dan cadangan, seharusnya tidak mahal. Biaya yang dikenakan hanya untuk mengganti biaya administrasi peta dan data lainnya yang tidak lebih dari Rp200 juta.
Hal itu berbeda dengan brownfield yang sudah ada data potensi sumber daya dan cadangan itu bisa dihargai dengan jumlah sumber daya atau cadangan yang dimiliki dikalikan nilai tertentu berdasarkan benchmark internasional dalam akuisisi sumber daya dan cadangan.
“Brownfield tergantung komoditasnya. Biasanya dalam ounce kalau untuk cadangan emas. Misalnya, cadangan emasnya 1 juta ounces, kalau discovery cost-nya US$20.00/ounce emas, maka nilai KDI-nya bisa sekitar US$20 juta atau Rp285 miliar. Itu contoh saja.”