Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan bahwa perubahan perlakuan fiskal kepada barang kiriman ditujukan untuk mendorong daya saing e-commerce domestik.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan rencana kebijakan ini memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri.
"Kondisi ini mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen. Seperti diketahui beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China," kata Heru yang dikutip Selasa (24/12/2019).
Heru juga mengatakan kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi.
Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman.
Sebelumnya pemerintah melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya US$75 menjadi US$3 per kiriman (consignment note) untuk bea masuk.
Sedangkan pungutan Pajak Dalam Rangka Impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis).
Namun demikian pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5% - 37,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).