Bisnis.com, JAKARTA – Indikator inflasi utama Jepang kembali naik pada bulan November, menyusul kenaikan pajak penjualan sebelumnya yang menopang angka utama.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, indeks harga konsumen (IHK) inti, yang tidak termasuk makanan segar, meningkat 0,5 persen pada pulan ini dari tahun sebelumnya, sejalan dengan perkiraan analis dan meningkat tipis dibanding 0,4 persen pada Oktober.
Setelah memperhitungkan dampak pajak penjualan dan pendidikan pra-sekolah gratis, inflasi inti mempertahankan laju yang sama hanya 0,2 persen, menyoroti kesulitan yang dihadapi Bank Jepang dalam mengangkat pertumbuhan harga target 2 persen.
Kenaikan pajak penjualan pada bulan Oktober sebesar 2 persen telah mendorong harga barang dan jasa, namun mengurangi permintaan konsumen, yang merupakan pendorong utama inflasi.
Sementara itu, pelaku usaha lebih memilih untuk menaikkan harga untuk mengimbangi kenaikan pajak, ketimbang menanggungnya sendiri dalam jangka pendek, namun pertumbuhan upah masih menjadi rintangan utama untuk kenaikan harga jangka panjang.
Ekonom Credit Suisse, Hiromichi Shirakawa, mengatakan jika ekspektasi pendapatan stagnan, konsumsi tidak akan meningkat secara berkelanjutan dan bisnis tidak akan dapat menaikkan harga.
Namun, inflasi telah bertahan agak lebih baik ketika dampak dari biaya energi yang lebih rendah dikeluarkan. Fakta itu telah membantu BOJ berpendapat bahwa banyak tekanan deflasi yang dirasakan di Jepang sebenarnya berasal dari luar negeri, dan bahwa momentum harga domestik belum hilang, meskipun berjalan jauh di bawah target.
“Gambaran luas di Jepang rendah dan inflasi melambat. Meski begitu, inflasitampaknya masih berada di jalur menyusul adanya kesenjangan output positif yang sekarang merupakan bagian dari panduan ke depan BOJ,” ungkap tim ekonom Bloomberg Asia.