Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menanggapi dengan santai kritik terkait peninjauan kembali kebijakan larangan ekspor benih lobster.
Adapun kebijakan larangan untuk menangkap, memperjualbelikan, dan memasarkan benih lobster dibuat Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 melalui Peraturan Menteri KP Nomor 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah Republik Indonesia.
"Enggak ada masalah. Saya pikir ini masukan. Saya butuh masukan banyak," ujarnya di Kantor Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Dia menerangkan aturan terkait benih lobster yang tengah dikaji ini merujuk pada hasil komunikasi dengan para stakeholder yang dibangunnya sejak menjadi menteri. Dia mengungkapkan ada yang ingin pekerjaannya menangkap benih lobster tetap dipertahankan, di sisi lain ada yang ingin distop dengan alasan lingkungan.
"Kita lihat dua sisi. Dengan alasan lingkungan, tapi menghambat kemajuan. Kemajuan mengabaikan lingkungan juga enggak baik," imbuhnya.
Edhy menuturkan ada juga yang ingin benih lobster dibudidayakan atau dibesarkan di Indonesia. Pasalnya, dari informasi yang didapatkannya, peluang hidup lobster di laut hanya 1%, bahkan ada yang menghitung hanya 0,25%.
Dia pun menilai ada metode yang bisa digunakan untuk budi daya lobster. "Dia bisa tumbuh sampai 70%. Kenapa enggak kita coba? Vietnam sudah lakukan, memang nggak sampai 70%, tapi mereka ada upaya," tuturnya.
Edhy menyatakan penangkapan benih lobster bisa menciptakan lapangan kerja. Selain itu, bisa memberi devisa untuk negara dari pajak maupun penghasilan langsung dengan catatan tetap memperhatikan faktor keberlanjutan.
"Kalau berjalan bersama-sama, negara dapat pendapatan, pengusaha bisa duduk bareng, kenapa harus repot? Saya enggak ada kepentingan pribadi. KKP harus kompak, tunjukkan kinerjanya, hasilkan sesuatu ke negara," tegasnya.
Dia berharap benih lobster ini bisa dibudidayakan seutuhnya di Indonesia. "Kalau enggak bisa, ya kami kasih kuota ke luar. Ini baru masukan," sebutnya.
Dari budi daya nanti, Edhy menilai sebanyak 5% bisa dikembalikan ke alam untuk menjaga keberlanjutan untuk masa depan dan juga ketersediaan ekonomi bagi masyarakat.
Bahkan bila perlu, menurutnya Indonesia bisa mengajak Vietnam untuk berinvestasi dalam hal budi daya lobster.
"Kami ajak juga yang di Vietnam. Anda mau ke sini enggak? Oke kita clear and clean. Saya sih siap kok," kata Edhy.
Soal kapan kebijakan yang tengah ditinjau ini rampung, dia menerangkan bahwa setidaknya ada 29 kebijakan yang tengah dikaji dan bukan hanya terpaku pada lobster saja. Jika sudah selesai, KKP akan mengeluarkan rekomendasi yang akan dilaporkan ke Menko Kemaritiman dan Investasi untuk kemudian diteruskan ke presiden.
KRITIK KERAS
Di sisi lain, Susi Pudjiastuti pun angkat bicara ketika aturan terkait perdagangan benih lobster dikaji ulang. Dalam akun twitter pribadinya, @susipudjiastuti, dia menyebut lobster bernilai ekonomi tinggi dan tidak boleh punah.
“Lobster yg bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menual bibitnya; dengan harga seperseratusnyapun tidak. Astagfirullah .. karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dr Nya,” tulis Susi.
Diskusi mengenai wacana ekspor benih lobster pun menghangat di akun twitter Susi. Dia pun membalas sejumlah cuitan terkait hal ini.
Di antaranya terkait lobster yang belum bisa dikembangbiakkan. Menurutnya, semua bibit dari alam. Adapun Vietnam, kata Susi, hanya membesarkan.
"Negara lain yang punya bibit tidak mau jual bibitnya. Kecuali kita, karena bodoh," cuit Susi.
Dia lantas menjelaskan bahwa satu ekor bibit lobster mutiara dijual seharga Rp100.000-Rp200.000. Sementara jika sudah besar, satu ekor lobster berukuran 800 gram harganya mencapai Rp4 juta.