Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah proyek hulu gas bumi yang selesai hingga 2027 memberi kepastian rencana pasokan jangka panjang untuk pabrik pupuk dan petrokimia sebanyak 1.167 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Sayangnya, kepastian pasokan gas bumi tidak membuat pelaku industri pupuk dan petrokimia tenang, mengingat harga yang dianggap tidak kompetitif.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat mengatakan industri pupuk memerlukan kepastian jangka panjang. Menurutnya, kepastian harga atas sejumlah kontrak harga gas bumi yang akan berakhir pada 2021 – 2020 belum menemui titik terang.
“Harga gas masih melebihi keekonomian pabrik. [Padahal] gas bumi bahan baku utama,” katanya, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (5/12/2019).
Kepastian harga menjadi penting untuk meningkatkan daya saing industri pupuk dan petrokimia nasional. Aas menjelaskan, saat ini harga gas bumi untuk pupuk di Indonesia masih relatif lebih mahal dibandingkan dengan kompetitor di dunia senilai US$3,95 per juta british thermal unit (MMBtu).
Pupuk Indonesia sejauh ini mendapatkan pasokan gas dengan rerata harga senilai US$5,8 per MMBtu. Dia menambahkan karena sebagian besar produk yang dihasilkan Pupuk Indonesia diperuntukan bagi petani, maka tingginya harga produksi akan memengaruhi subsidi yang disiapkan pemerintah.
Terkait kontrak pasokan gas bumi, Pupuk Indonesia dihadapkan sejumlah tantangan untuk mendapatkan kepastian pasokan di beberapa fasilitas produksi anak usaha. Misalnya saja PT Pupuk Iskandar Muda yang akan kehilangan pasokan gas, seiring kontrak dengan Pertamina Hulu Energi NSB & NSO berakhir tahun ini.
Pupuk Iskandar Muda setidaknya membutuhkan pasokan gas per tahun sebanyak 110 MMscfd, sementara selama ini PHE NSB & NSO hanya dapat memasok gas sebanyak 30 MMscfd per tahun. Selain itu, ada juga PT Pupuk Kujang 1A kontrak gas bumi dengan Pertamina EP berakhir pada 2023.
Aas menambahkan untuk memenuhi kekurangan pasokan gas, pihaknya harus mencari tambahan dari pasar spot. Tahun ini, setidaknya pihaknya melakukan transaksi gas sekitar 7-8 kargo.
“[Sebenarnya] harus dapat alokasi dari pemerintah. Sebetulnya [kontrak gas bumi] banyak yang habis pada 2021 – 2022 dan sekarang kami harus menyiapkan [pengganti],” ujarnya.