Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan fiskal 2020 harus ekspansif setelah relaksasi moneter dan makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan arahan dari Bank Indonesia (BI) setelah pemangkasan suku bunga acuan selama 4 kali dengan total 100 basis poin (bps) adalah menunggu hasil transmisi ke sektor perbankan.
Dia menuturkan transmisi tersebut membutuhkan waktu setidaknya 4-6 bulan. Sehingga, pihak perbankan diprediksi baru bisa melakukan transmisi pada tahun depan.
“Jadi, saya pikir sebenarnya langkah BI harus diimbangi dengan kebijakan yang lebih longgar dari sisi fiskal,” kata Yusuf di Ciputra Artprenenur, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Dia memandang arah kebijakan fiskal sedikit ketat, sehingga untuk menambah likuiditas di masyarakat pada tahun depan harus diimbangi fiskal yang ekspansif. Pemangku kebijakan moneter dinilai sudah bersikap lebih longgar, yang memang masih dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Untuk menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian pada tahun depan, Yusuf memproyeksi geliat ekonomi global makin tidak pasti pada 2020. Pasalnya, ada beberapa hal yang memengaruhi situasi ekonomi dunia.
Pertama, dinamika politik dan Pemilu AS. Menurutnya, saat ini, Donald Trump unggul di sejumlah polling tapi ada pula survei menyebut Presiden AS petahana itu bakal kalah.
“Trump akan menentukan arah kebijakan perang dagang tahun depan, dan kalau kita lihat dari perang dagang bukan hanya melibatkan AS dan China tetapi Uni Eropa (UE) dan meluas sampai Korea Selatan dan Jepang. Di sisi lain, keputusan Brexit masih berjalan dan ini mendorong makin tidak pastinya ekonomi global,” terang Yusuf.