Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah mengkaji untuk merelaksasi sejumlah regulasi yang dinilai menghambat arus penanaman modal.
Hal ini sejalan dengan rencana penyusunan omnibus law yang diperkirakan mengubah 74 regulasi setingkat undang-undang.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Eko D. Heripoerwanto mengatakan bahwa sedikitnya ada dua undang-undang yang bakal dilonggarkan, yaitu Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
"Kami kaji, mana yang betul-betul prioritas. Intinya [relaksasi] dilakukan agar investasi tidak ada obstacle [hambatan]," jelasnya, Kamis (14/11/2019).
Eko menyebutkan bahwa sejumlah regulasi memang dikeluhkan para pelaku usaha. Dia mencontohkan ketentuan terkait dengan izin pendirian bangunan sederhana dan sertifikat layak fungsi dalam UU Bangunan Gedung menjadi salah yang diminta dilonggarkan.
Secara umum, Kementerian PUPR bakal melakukan pembenahan proses bisnis terkait dengan proyek-proyek kerja sama infrastruktur pekerjaan umum.
Baca Juga
Eko menyebutkan bahwa partisipasi badan usaha sangat dibutuhkan untuk mendukng visium kementerian pada 2024.
Pembangunan infrastruktur dalam 5 tahun ke depan diestimasi membutuhkan biaya hingga Rp2.058 triliun.
Sementara itu, kapasitas pembiayaan dari anggaran pendapatan dan belanja Negara selama 5 tahun hanya bisa menutupi Rp623 triliun atau 30,27 persen dari kebutuhan.
Eko optimistis partisipasi badan usaha dalam proyek kerja sama bisa meningkat dalam 5 tahun ke depan.
Dia beralasan ekosistem kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam proyek infrastruktur kian matang dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya.
"Sekarang ekosistemnya berbeda. Sekarang sudah lebih siap, secara kelembagaan dan secara peraturan. Ke depan kita juga siap kalau ada request tentang perubahan skema atau relaksasi," katanya.