Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu menstimulus potensi industri komponen kapal termasuk suku cadangnya di dalam negeri guna memperkuat industri komponen kapal dan industri galangan kapal nasional.
Pakar Kemaritiman dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Raja Oloan Saut Gurning menyatakan pernyataan itu merespons langkah pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan 76/2019 yang dinilai belum tepat dan cenderung tergesa-gesa.
"Intensi membuka peluang investasi armada dari asing seharusnya dibatasi. [Misalnya] hanya untuk armada yang tidak dapat disediakan oleh industri galangan kapal nasional. Tentunya, hal ini perlu dilakukan dengan batasan waktu sesuai dengan road map kebutuhan khusus dan kemampuan galangan dalam negeri yang sudah ditentukan," tuturnya kepada Bisnis Selasa (12/11).
Seharusnya, Saut menuturkan orientasi kebijakan pengaturan impor kapal bekas tersebut berorientasi ganda, yakni penguatan galangan kapal nasional dan memperkuat armada angkutan laut nasional termasuk kebutuhan penyediaan armada angkutan wisata. Namun, Sebaliknya Permendag tersebut malah mengancam Industri galangan kapal.
"Sebenarnya, pemerintah dapat menstimulasi melalui penyediaan dan dukungan industri komponen kapal, pendanaan, fiskal, serta paket moneter yang pro dengan suku bunga rendah dan waktu tenor yang lebih panjang," lanjutnya.
Saut menyebutkan bahwa penyediaan fasilitas fiskal perlu disediakan untuk mendorong timbulnya reindustrialisasi untuk ketersediaan industri komponen kapal dalam negeri.
Usaha itu menjadi ekspektasi besar bagi pelaku usaha galangan kapal nasional disamping berpotensi menciptakan efek multiplier ekonomik yang besar. Selain itu, dampak makro yang diharapkan mampu mengurangi defisit neraca berjalan, dan semakin rasionalnya biaya pembangunan, pemeliharaan atau reparasi kapal di dalam negeri.
Selain itu, terkait faktor pengadaan suku cadang dan komponen kapal dapat mendongkrak biaya dan waktu pembangunan kapal termasuk kegiatan perawatan dan reparasi nasional yang lebih tidak bersaing dibanding opsi dengan kondisi galangan regional.
Ketersediaan komponen kapal yang dibutuhkan khususnya pada penggerak utama, penggerak bantu serta peralatan permesinan kapal yang cenderung masih impor dari luar negeri. Karena itu, bisa menjadi salah satu item pembesar negatifnya neraca jasa setelah biaya angkutan (freight).
"Armada nasional yang saat ini eksis berkisar 25.559 unit untuk kapal niaga perdagangan, dan sekitar 20.000-30.000 unit kapal ikan masih perlu diperkuat kualitas kelaikan lautnya. Karena secara eksis, kapal niaga nasional dominan berumur tua yang rasio waktu operasi dan pemeliharaan/perawatannya cenderung rendah," lanjutnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan 76/2019 yang merevisi dari Permendag 118/2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru, yang segera berlaku mulai 20 November 2019. Dalam Permendag 76/2019, usia kapal impor ditambah menjadi maksimal 30 tahun dari aturan sebelumnya yang membatasi usia kapal bekas impor 15 tahun-20 tahun untuk jenis kapal tertentu.