Bisnis.com, JAKARTA – Lahan di Jakarta yang semakin sempit dan ukurannya kecil membuat pasokannya terasa sedikit yang menyebabkan harga naik ke langit. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan “memvertikalkan” Jakarta.
Salah satu usulan yang ingin dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah dengan melakukan konsolidasi tanah (KT).
Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Doni Janarto Widiantono menjelaskan, konsolidasi tanah merupakan upaya menata bidang tanah yang tidak teratur menjadi teratur. Tujuannya menciptakan kawaan pemukiman yang lebih tertata.
Adapun, konsolidasi tanah perolehannya tidak melalui pembebasan tanah. Pemerintah tidak membeli tanah masyarakat sehingga mereka tetap bisa memiliki tanah sendiri. Namun, tanahnya bisa dikerjasamakan dengan swasta, bisa dijual ke pihak yang berminat, dan menambah keuntungan pasif bagi pemilik tanah.
“Dengan demikian, masyarakat asil Jakarta tidak perlu pindah ke pinggiran, jangan karena harga tanahnya ditawar tinggi terus mau pindah minggir ke Bekasi, Tangerang, jauh dari tempat kerja. Itu kondisi itu sangat banyak dialami oleh warga yang semestinya bisa tetap tinggal di Jakarta,” imbuhnya, Selasa (12/11/2019).
Adapun, Kementerian ATR/BPN rencananya tidak memindahkan warga yang mendapat konsolidasi tanah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) seperti yang ini sudah mulai dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan membangun rumah susun sederhana milik (rusunami).
“Kalau rusunami, pemilik tanah yang tanahnya kena KT tetap punya hak milik si rusunami ini, tidak menyewa. Mereka yang tadinya punya 1 rumah tapak saja jadi bisa punya 2 atau 3 unit rumah susun, dan bisa disewakan lagi ke pendatang, ini akhirnya membawa keuntungan juga kepada pemilik tanah,” sambung Doni.
Melalui Peraturan Kementerian ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah, kata Doni, pihak Kementerian ATR/BPN sudah mulai melakukan permodelan di Pasar Manggis yang sangat pada. Adapun, inisiatif permodelan tersebut juga hadir dari warga yang melapor bahwa lingkungannya sudah tindak layak tinggal.
Kementerian ATR/BPN melakukan pemodelan bekerja sama dengan World Bank yang mulai diinisiasi dari 2018 secara bertahap, karena warga di kawasan Pasar Manggis hanya mengetahui isunya pengembangan kawasan adalah penggusuran.
“RDTR [Rencana Detail Tata Ruang] di sana sudah selesai, kami sudah rembug ke warga sana juga dua kali, karena sudah pada takut tanahnya digusur, mereka sudah pasang harga luar biasa. Padahal kami ingin masyarakat tetap tinggal di lokasi tersebut,” ungkapnya.
Nantinya, konsep kawasan itu mixed use, ada pasar, tempat belanja, tempat tinggal, dan usaha di lokasi tersebut. Setelah SHM jadi, penyuluhan juga akan erus dilakukan kepada warga untuk meningkatkan kualitas warga.
Adapun, dengan pengembangan berkonsep mixed use, warga berpeluang membuka lapangan pekerjaan baru maupun menjalankan bisnis yang sebelumnya sudah berjalan.