Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata akan fokus pada peningkatan kualitas wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dalam hal ini Menparekraf Wishnutama mengatakan kualitas yang dimaksud adalah wisman dengan penghasilan tinggi, rentang waktu menginap yang lebih lama dan pengeluaran yang banyak.
Salah satu caranya adalah dengan membagi wilayah destinasi pariwisata. Menurutnya, setiap daerah memiliki target market tersendiri.
“Sebetulnya, ada daerah yang jadi sasaran wisman berkualitas, ada yang mementingkan kuantitas wisman. Jadi bukan Indonesia secara umum, harus dilihat dulu mana yang berpotensi. Setiap daerah kan beda, contohnya Bali, Kuta sama Nusa Dua kan beda kelas wismannya,” kata Wishnutama, Selasa (5/11/2019).
Kendati, dia tak menampik jika selama ini wisatawan mancanegara memang masih didominasi oleh wisman kelas menengah ke bawah. Tak hanya itu, tak jarang wisman tersebut ketika datang ke Indonesia mengalami masalah finansial sehingga cenderung melakukan tindak kriminal.
“Bahwa ada kriminalitas di destinasi wisata oleh wisman memang iya, tapi kan itu gak hanya di Indonesia. Di negara lain juga ada.”
Oleh karena itu, imbuhnya, untuk mengatasi hal itu dirinya berkoordinasi dengan Kapolri untuk meminta dukungan dalam aspek keamanan sehingga membuat tujuan wisata menjadi aman dan nyaman.
“Belum lama ini saya bicara dengan Kapolri, dia akan mendukung berbagai macam aspek yang membuat tujuan wisata itu aman, nyaman, saya dalam hal ini harus banyak koordinasi dengan pihak keamanan.”
Di satu sisi, dia juga mengakui, banyaknya wisman kelas menengah ke bawah juga merupakan dampak dari kebijakan bebas visa
Dalam aturan tersebut dikatakan,
“Ya gini, kan kita masih bebas visa yah. Jadi kalau bebas visa kekurangannya kita gak bisa menjaring [screening]. Tapi kalau dengan visa kan kita bisa cek background dan finansialnya. Tapi kan ini sudah jadi keputusan dan kita harus memanfaatkan ini.”
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azhari mengatakan aturan bebas visa memang tidak bisa ditarik mundur. Dia mengaku dirinya menjadi salah satu yang menentang dengan adanya kebijakan tersebut dikarenakan rawannya wisman nakal di Indonesia.
“Kebijakan bebas visa itu yang pernah saya tentang. Tetapi, untuk menarik aturan itu adalah kebijakan pemerintah,” kata Azril.
Sebab itu, cara lain untuk memperbaiki kualitas wisman yang datang ke Indonesia adalah dengan membenahi sub sektor pariwisata.
Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Rusmiati mengatakan salah satu cara meningkatkan kualitas wisman adalah dengan memperpanjang lama waktu tinggalnya.
Untuk memperlama waktu tinggal di Indonesia, Rusmiati mengatakan travel agent yang menjadi anggota Asita menawarkan perjalanan dengan banyak tujuan.
“Kalau misalnya yang datang ke Bali kami usahakan ke Surabaya dan Jakarta, kalau datang ke Jakarta kami usahakan ke Bandung sama puncak Bogor. Jadi waktu tinggalnya bisa lebih panjang,” kata Rusmiati.
Sementara itu, untuk meminimalisir wisman nakal, dia mengatakan para wisatawan asing yang akan ke Indonesia harus melalui agen travel resmi. Sehingga perjalanannya pun bisa dilacak.
“Sebetulnya, backpacker itu gak terlalu banyak kalau riset saya, sekitar 60% wisman itu masuk lewat travel agent. Kalau Asita sendiri yang jelas bukan [wisman] backpacker. Tapi kalau dia backpacker itu kalau disini harus sama Asita karena kalau gak lewat agen travel gak terdeteksi dia.”
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Didien Junaedy menuturkan, awalnya mengapa Kemenpar era Arief Yahya hanya fokus pada kuantitas dikarenakan Presiden Jokowi menargetkan jumlah wisman yang datang ke Indonesia harus bisa mencapai 20 juta orang.
“Saat itu sudah banyak yang mengkritik, tapi saya bilang kalau Presiden yang minta begitu ya gimana caranya kita harus capai itu,” kata Didien.
Namun, target tersebut bergeser pada era Wishnutama. Sebab, pengganti Arief Yahya itu lebih memprioritaskan kualitas wisman.
Kendati demikian, Didien mengatakan meski fokus pada kualitas wisman namun tidak dipungkiri Indonesia juga masih bergantung pada kuantitas wisman.
“Kita gak bisa menghilangkan kuantitas, namun marketnya harus dibagi. Indonesia kan luas wilayahnya. Katakanlah wisman dari China yang ke Manado itu kualitasnya rendah tapi kuantitasnya besar, itu pun akan membangun geliat ekonomi masyarakat.”
Dalam hal ini, selain membagi wilayah pariwisata, sistem promosi yang berbeda juga harus dilakukan, dalam hal ini adalah target market.
“Misalnya wisman asal Rusia, Eropa Barat, Amerika, itu kan wisman berkualitas. Tetapi kualitas itu gak bisa besar”
Tak hanya itu, untuk memperbanyak wisman berkualitas, infrastruktur pun harus disiapkan.
“Artinya, guidenya harus bagus, hotelnya harus bagus, tour operatornya juga harus diperbaharui. Sehingga, di tiap destinasi pariwisata itu minimal ada quality tour operator, jadi yang dihandle itu juga orang berkualitas, yang spendingnya gak US$1000-2000 tapi bisa US$ 2500 dolar atau lebih tinggi.”