Bisnis.com, JAKARTA - Proses konversi saham PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) masih harus menunggu rapat umum pemegang saham.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan proses konversi piutang menjadi saham di TubanPetro hingga saat ini sudah memiliki dasar hukum. Meski demikian, pengesahan konversi tersebut masih harus menunggu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) TubanPetro.
"Setelah itu, pemerintah baru resmi memiliki saham yang telah ditentukan," katanya saat ditemui pada Selasa (5/11/2019)di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta tanpa menyebutkan waktu pasti RUPS TubanPetro.
Setelah proses konversi saham telah resmi, pemerintah akan mendorong Rights Issue (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu) kepada Pertamina. Proses ini, ujarnya, akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan melakukan penawaran-penawaran ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebelumnya, pemerintah resmi memiliki 95,9% saham di Tuban Petro. Kepemilikan ini merupakan hasil konversi atas piutang pada TubanPetro berupa pokok Multi Years Bond (MYB) sebesar Rp2,62 triliun menjadi saham pada Tuban Petro.
Keputusan konversi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Penambahan PMN Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Tuban Petrochemical Industries. Hal ini resmi diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 23 September 2019.
TubanPetro dan anak usahanya kini dapat dioptimalkan oleh negara untuk mendukung pengembangan industri nasional dan pengurangan defisit transaksi berjalan.
Konversi ini menyelesaikan sebagian permasalahan piutang negara dan sekaligus memperbaiki struktur permodalan perusahaan. Ke depannya, TubanPetro akan dapat beroperasi Iebih sehat dan lebih berkapasitas untuk dikembangkan.
Pengembangan TubanPetro akan berkontribusi bagi industri nasional. Salah satunya adalah pasokan petrokimia bagi industri di dalam negeri bakal lebih terjamin.
Optimalisasi aset TubanPetro dalam jangka panjang diprediksi akan dapat menghemat devisa hingga US$6,6 miliar dolar AS pada 2030.