Bisnis.com, YOGYAKARTA – Indonesia harus mengawasi ancaman-ancaman ekonomi global lain selain perang dagang pada 2020 mendatang.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kajian Makro LPEM Universitas Indonesia Febrio Kacaribu saat ditemui di Yogyakarta beberapa pekan ini.
Menurutnya, ancaman perekonomian global pada tahun depan tidak hanya berasal dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal ini menurutnya telah dimonitor baik oleh pemerintah dan Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan moneter.
Risiko baru yang kemungkinan muncul pada 2020 adalah kondisi ekonomi Amerika Serikat yang akan semakin memburuk. Ia memprediksi perekonomian AS akan mengalami perlambatan secara signifikan atau bahkan krisis.
“Efeknya ke negara-negara seperti Indonesia akan kurang lebih mirip dengan krisis tahun 2008-2009,” katanya.
Ia menjelaskan, ketika menghadapi kejutan global seperti hal diatas, respons negara pada umumnya adalah flight to safety. Hal ini ditandai dengan penjualan aset mata uang lokal secara besar-besaran.
Penjualan inilah yang akan menjadi masalah bagi Indonesia. Saat ini, aset obligasi rupiah dipegang pemilik asing sebesar 40%. Hal ini akan menyebabkan pelemahan kurs Indonesia dan naiknya bunga bank.
“Biasanya yang dilakukan oleh BI adalah mengikuti pasar dan bisa jadi salah satu hal yang akan dilakukan adalah meningkatkan suku bunga. Ininyang harus diwaspadai Indonesia pada pertengahan dan akhir 2020,” jelasnya.
Sementara itu, terkait penurunan suku bunga acuan BI sebanyak empat kali selama 2019, Febri mengatakan BI perlu berhati-hati bila ingin kembali menurunkan suku bunga. Mereka perlu melihat kenaikan permintaan kredit setelah penurunan yang dilakukan sebelumnya.
“Perkiraan saat ini masih bisa kembali diturunkan, kalau tidak akhir 2018, pada awal 2019,” pungkasnya.