Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IBER : 2020 Asia Hadapi Tantangan yang Lebih Berat

Ketidakpastian ini telah menekan pertumbuhan perdagangan global sejak 2017 yaitu dari 4,6% menjadi 2,6% dan juga telah menekan arus investasi langsung yaitu turun sekitar 72%.
Mari E. Pangestu
Mari E. Pangestu

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) menyampaikan bahwa negara-negara di kawasan Asia akan menghadapi tantangan yang lebih berat pada 2020, seiring dengan kian melemahnya perekonomian global akibat ketidakpastian perang dagang.

Ketidakpastian ini telah menekan pertumbuhan perdagangan global sejak 2017 yaitu dari 4,6% menjadi 2,6% dan juga telah menekan arus investasi langsung yaitu turun sekitar 72%.

International Monetary Fund juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,3% menjadi 3% untuk 2019.

Mari Elka Pangestu, direktur dan salah satu pendiri IBER, mengatakan bahwa ketegangan perdagangan global telah mengganggu arus perdagangan, pertumbuhan ekonomi dan berdampak kepada aliran pasar keuangan dan modal.

"[Perang dagang turut] menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan makro di berbagai negara, terutama di kawasan Asia," ujarnya dalam simposium Asia’s Trade and Economic Priorities 2020, di Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Dinamika perekonomian global saat ini telah mempersulit negara Asia untuk menghadapi tantangan utama perekonomian yaitu pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, perbaikan lingkungan, pengelolaan perubahan iklim, menanggapi transformasi teknologi yang cepat, dan memperkuat sistem politik dan hukum.

IBER menemukan bahwa buruknya iklim perdagangan dunia membuat integrasi pasar, yang selama ini dibangun untuk menopang pertumbuhan, mulai terpecah dan ini berdampak negatif terhadap rantai pasok dan jaringan produksi di berbagai negara Asia.

Sebuah studi oleh konsultan Baker dan McKenzie terhadap perusahaan-perusahaan multinasional mengungkapkan bahwa hampir setengah dari 600 perusahaan yang disurvei membuat perubahan besar pada rantai pasokan mereka dan sekitar 12% di antaranya sedang mempertimbangkan perubahan sistem rantai pasoknya secara total.

Situasi perdagangan juga telah mengancam integrasi pasar keuangan dan menekan pertumbuhan ekonomi hingga mengurangi kualitas standar hidup.

“Ancaman terhadap integrasi pasar keuangan menimbulkan ketidakpastian terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan ini akan kian mempersulit pengambilan keputusan dalam kebijakan makro,” kata Mari.

Dalam simposium ini, disampaikan bahwa Asia sebagai kawasan yang paling rentan terhadap dampak perang dagang AS-China tidak boleh hanya berharap pada pemulihan iklim perdagangan lewat kesepakatan dagang kedua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Negara-negara di Asia dan Asean, termasuk Indonesia, dinilai perlu proaktif dan tampil sebagai pemimpin dalam menghadapi tantangan dan memulihkan iklim perdagangan global.

Dengan kekuatan ekonomi yang meliputi sekitar 30% perdagangan dan produk domestik bruto dunia, serta setengah populasi dunia, negara Asia memiliki kekuatan untuk menentukan sendiri arah perdagangan global ke depan.

Ketua Asian Bureau of Economic Research (ABER) Peter Drysdale menyampaikan bahwa pemulihan perdagangan dunia tidak bisa hanya bergantung pada kesepakatan dagang AS-China karena perjanjian tersebut tidak menyentuh kepentingan negara-negara Asia.

"Untuk itu kita harus tampil di depan, melanjutkan keterbukaan pasar dan arus investasi [di kawasan regional]. Menyerahkan pemulihan perdagangan global kepada AS-China akan menjadi preseden negatif," katanya.

Sejumlah langkah yang dapat dilakukan negara-negara Asia untuk memulihkan iklim perdagangan antara lain penguatan kerjasama melalui forum regional dan global seperti APEC, ASEAN, KTT Asia Timur, dan G20 dalam kerangka Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Kerja sama ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk memperkuat kepercayaan diri negara-negara Asia dalam menghadapi kekuatan ekonomi lainnya.

"Sebagai salah satu perekonomian terbesar di Asia dan pencetus RCEP, Indonesia mempunyai peluang besar memanfaatkan kerjasama mega regional melalui RCEP," ujar Mari.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper