Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) menyatakan tidak akan mengajukan perpanjangan harga khusus batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani menilai masuknya patokan harga batu bara dalam faktor yang memengaruhi tariff adjustment merupakan antisipasi jika harga khusus batu bara tidak berlaku lagi tahun depan.
PLN pun menyambut baik kebijakan ini karena tarif listrik mulai memperhatikan harga batu bara. Adapun batu bara menjadi pembangkit dengan bauran terbesar di Indonesia.
“Seiring dengan untuk saat ini harga batu bara rendah, saat ini dianggap tepat untuk merumuskan kembali dan memasukkan indikator batu bara acuan menjadi satu di kebijakan,” katanya, Senin (28/10/2019).
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan dengan masuknya batu bara sebagai faktor penentu, tarif tenaga listrik akan fluktuatif. Menurutnya, kebijakan ini tepat seiring meningkatnya bauran batu bara sebagai energi primer untuk pembangkitan.
Hingga semester I/2019, bauran batu bara untuk pembangkitan telah mencapai 61,85%, sedangkan gas 21,12%, energi terbarukan 12,71%, dan bahan bakar minyak (BBM) serta bahan bakar nabati (BBN) 4,32%.
Meski tidak meminta perpanjangan harga khusus, PLN tetap.mengharapkan pemerintah melanjutkan kebijakan wajib pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk batu bara.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Hendra Iswahyudi mengatakan aturan tentang masuknya harga patokan batu bara sebagai salah satu faktor yang memengaruhi tarif tenaga listrik sudah diterbitkan pemerintah.
“Sudah [berlaku],” katanya kepada Bisnis.
Adapun, beleid tersebut berupa Peraturan Menteri (Permen) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Peraturan tersebut menjadi perubahan ketiga Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016.
Sebelum beleid tersebut terbit, tarif tenaga listrik hanya dipengaruhi oleh tiga faktor saja, yakni nilai tukar mata uang dollar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah (kurs), harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP), dan inflasi.