Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia berharap kabinet pemerintahan periode selanjutnya, yang akan diumumkan pada pekan ini, tidak terlalu mengintervensi mekanisme harga tiket pesawat udara.
Bayu Sutanto, Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA), mengatakan intervensi yang dilakukan terlalu berlebihan bisa membuat ruang gerak industri penerbangan menjadi terbatas. Tarif tiket menjadi cenderung stagnan.
"Harapan kami, jangan intervensi mekanisme pasar yang sudah berjalan melalui harga tiket. Cukup evaluasi berkala atas TBA [tarif batas atas] yang sensitif atas pergerakan kurs mata uang asing dan harga avtur," kata Bayu, Senin (21/10/2019).
Dia menuturkan pemerintah justru diharapkan upaya intervensinya atas komponen biaya kebandarudaraan dan navigasi yang bentuk pasarnya sudah oligopolistik atau monopolistik. Penyesuaian kedua komponen biaya tersebut agar sejalan dengan pengaturan tarif batas atas (TBA).
Selanjutnya, Bayu menilai pelaku industri penerbangan juga membutuhkan kejelasan insentif terkait dengan bea masuk suku cadang maupun produk kebutuhan perawatan pesawat. Terlebih, biaya perawatan pesawat berkontribusi antara 20 persen hingga 30 persen dari total biaya operasional maskapai.
Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan juga berharap program kerja pemerintahan selanjutnya bisa mengakomodasi kebutuhan industri penerbangan, terutama soal pemberian insentif.
"Kami berharap akan banyak insentif yang diberikan, baik dari harga avtur maupun perpajakan," kata Dendy kepada Bisnis.com, Minggu (20/10/2019).
Dia menekankan insentif yang diberikan juga harus bertujuan untuk mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat. Tentu harus bisa memberikan keuntungan bagi semua pemangku kepentingan baik kepada maskapai maupun pengguna jasa penerbangan.