Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fungsionaris Gerindra Minta Pemerintahan Baru Jokowi Atasi Kelangkaan Solar

Bambang Haryo Soekartono, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Maritim, menyatakan kelangkaan BBM jenis Solar harus segera diatasi agar perekonomian tidak semakin terpuruk.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa (kiri) berdialog dengan Retail Operational AKR Lampung Hariyono mengenai penghentian penjualan solar subsidi di SPBKB AKR Katibung, Lampung Selatan. /Bisnis - David Eka I.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa (kiri) berdialog dengan Retail Operational AKR Lampung Hariyono mengenai penghentian penjualan solar subsidi di SPBKB AKR Katibung, Lampung Selatan. /Bisnis - David Eka I.

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin harus menjamin ketersediaan bahan bakar minyak subsidi jenis Solar untuk angkutan umum dan logistik menyusul kelangkaan BBM jenis  itu yang terjadi akhir-akhir ini.

Bambang Haryo Soekartono, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Maritim, menyatakan kelangkaan BBM jenis Solar harus segera diatasi agar perekonomian tidak semakin terpuruk.

Dia heran terjadi kelangkaan Solar subsidi di tengah penurunan ekonomi saat ini karena secara teoritis, permintaan BBM itu semestinya lebih rendah.

Bambang Haryo yang sebelumnya anggota DPR periode 2014-2019 itu menduga, kelangkaan tersebut disebabkan oleh penyalahgunaan Solar untuk kepentingan industri, seperti tambang dan perkebunan, yang tidak berhak menikmati BBM subsidi.

"Informasi yang kami terima, lebih dari separuh pasokan Solar subsidi dipakai oleh pengerit atau pelangsir di beberapa daerah, seperti Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. BBM itu banyak disalurkan ke industri dan dijual ke pengecer," ungkapnya dalam siaran pers, Senin (21/10/2019).

Dia memperkirakan para pengerit atau pelangsir menguasai 60 persen-70 persen Solar subsidi di sejumlah daerah, sehingga jatah Solar truk dan bus di SPBU dibatasi.

Dia menyatakan pantauan di Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Riau, dan Kalimantan Barat, kondisinya seperti itu. Akibatnya, truk angkutan barang terpaksa antre berhari-hari hanya untuk mengisi BBM sehingga produktivitas truk menjadi rendah dan kegiatan logistik terganggu. 

Melihat kondisi itu, dia mempertanyakan efektivitas kebijakan BBM satu harga yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. "Pasokannya saja tidak mampu dikendalikan, bagaimana bisa memastikan harga BBM sama di seluruh Indonesia, " ujarnya. 

Menurutnya, kuota solar subsidi yang ditetapkan sebesar 14,5 juta kiloliter pada 2019 sebenarnya lebih dari cukup untuk transportasi umum dan logistik. Namun, berdasarkan data BPH Migas, realisasi penyaluran Solar subsidi per 25 September 2019 sudah mencapai 11,67 juta KL atau 80,46 persen dari seharusnya 73,42 persen saja dari kuota. "Perkiraan saya, penggunaan solar subsidi seharusnya tidak lebih dari separuh kuota itu," ujar Bambang Haryo.

Sebenarnya, BPH Migas sudah mencabut surat edarannya tentang pengendalian kuota Solar subsidi sebagai antisipasi over kuota BBM tersebut. Meskipun demikian, menurut dia, kelangkaan Solar subsidi masih terjadi di berbagai daerah.

Bahkan, dia mengungkapkan ada indikasi BBM subsidi juga akan dibatasi untuk angkutan penyeberangan dan nelayan. Dia khawatir pembatasan itu tidak hanya memukul usaha penyeberangan, tetapi juga membahayakan keselamatan penumpang.

"Jika BBM subsidi untuk kapal ferry juga dibatasi, akibatnya akan fatal terhadap keselamatan pelayaran. Jangan sampai kapal ferry kehabisan BBM di tengah laut seperti kecelakaan KMP Senopati Nusantara pada akhir tahun 2006. Kapal itu tenggelam akibat stabilitas kapal negatif gara-gara kehabisan BBM di tengah laut," paparnya.

Bambang Haryo menegaskan, subsidi BBM untuk angkutan penyeberangan tidak boleh dikurangi melainkan justru perlu ditambah dengan insentif lain. 

"Angkutan ferry sangat vital. Selain berfungsi sebagai infrastruktur layaknya jembatan, kapal ferry sekaligus menjadi alat angkut. Ini sebenarnya tugas pemerintah tetapi dilakukan oleh swasta," jelasnya.

Dia meminta pemerintah melalui Kementerian ESDM serius mengawasi penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran. Jika tidak, ESDM bisa-bisa dianggap terlibat dalam penyalahgunaan subsidi BBM yang merupakan tindak pidana korupsi.

"Kami meminta penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung, KPK dan BPK, ikut mengawasi penyaluran BBM subsidi ini sebab merugikan keuangan negara, menghambat ekonomi, bahkan mengancam keselamatan publik," tegas Bambang Haryo. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hendra Wibawa
Editor : Hendra Wibawa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper