Bisnis.com, JAKARTA–Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Riko Amir mengungkapkan bahwa pembiayaan sebesar US$1 miliar sebagaimana tertuang dalam laporan semester I APBN 2019 rencananya akan ditarik pada November atau Desember 2019.
Meski demikian, penarikan pinjaman tunai tersebut masih berpotensi untuk ditunda apabila penerimaan negara mulai membaik atau tidak ada lagi pelebaran defisit yang saat ini diproyeksikan sebesar 1,93 persen dari PDB.
"Jadi pemerintah memiliki fleksibilitas di dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang, dengan opsi pinjaman ataupun SBN," ujar Riko, Minggu (13/10/2019).
Singkatnya, penarikan utang baik melalui SBN ataupun melalui pinjaman tunai luar negeri pada sisa tahun 2019 bakal sangat bergantung pada biaya dan risiko yang perlu ditanggung oleh pemerintah.
Untuk diketahui, data DJPPR per 9 Oktober 2019 menunjukkan penarikan utang melalui SBN secara bruto sudah mencapai Rp759,22 triliun atau 90,19 persen dari target sebesar Rp841,78 triliun.
Secara neto, penarikan utang melalui SBN sudah mencapai Rp354,63 triliun atau 92,88 persen dari target yang mencapai Rp381,83 triliun.
Baca Juga
Dari sisi pinjaman, pinjaman dalam bentuk tunai diproyeksikan meningkat drastis dibanding dengan yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pinjaman luar negeri dalam bentuk tunai diproyeksikan meningkat dari target sebesar Rp30 triliun menjadi Rp44,16 triliun atau 147,2 persen dari target.
Merujuk pada laporan semester I APBN 2019, disebutkan bahwa pemerintah telah menjajaki potensi penarikan pinjaman tunai sebesar US$1 miliar hingga US$2 miliar yang rencananya akan ditarik pada kuartal IV/2019. Pinjaman tersebut berfungsi sebagai buffer untuk pembiayaan.