Bisnis.com, JAKARTA--Pendiri Medco Group Arifin Panigoro angkat suara soal situasi terkini industri minyak dan gas nasional yang memerlukan banyak pembenahan.
Arifin mengatakan, banyak kebijakan pemerintah yang perlu dibahas, terutama soal transisi skema kontrak penggantian biaya operasi atau cost recovery dan bagi hasil kotor atau gross split.
"Idenya [gross split] itu kan simplifikasi, tetapi realisasinya di lapangan itu kan unik," tutunya di sela Sarasehan Migas Nasional ke-2 yang digelar Aspermigas, Kamis (10/10/2019).
Skema kontrak migas ini resmi diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.52/2017 tentang Gross Split.
Sejak diterapkan, Kementerian ESDM mengklaim berhasil menghemat biaya cost recovery. Untuk tahun ini, penghematannya diperkirakan senilai US$1,66 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 sebesar US$0,9 miliar.
"Insyaallah tahun depan, kita bisa hemat cost recovery diperkirakan senilai US$1,78 miliar," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam keterangan tertulis yang diunggah di situs resmi Kementerian ESDM.
Baca Juga
Selain itu, dalam 3 tahun terakhir, ada 17 blok migas yang diminati investor selama proses pelelangan. Keseluruhan blok yang diminati inevstor yakni wilayah kerja (WK) Andaman I, Andaman II, Merak Lampung, Pekawai dan West Yamdena dari hasil lelang 2017.
Untuk hasil lelang tahun 2018 adalah WK Citarum, East Ganal, East Seram, Southeast Jambi, South Jambi B, Banyumas, South Andaman, South Sakakemang dan Maratua.
Ada pula WK Anambas, Selat Panjang dan West Ganal yang ditawarkan pada 2019. Dari hasil lelang tersebut, Pemerintah telah mengantongi keuangan negara sebesar US$55,6 juta.
Terlepas dari klaim keberhasilan pemerintah, Arifin menambahkan penerapan Gross Split sudah patut dievaluasi. Hal itu ditempuh untuk mendorong investasi lebih besar datang ke Tanah Air.
"Saya kira sistem itu perlu dievaluasi, kalau kita diem aja gimana orang tertarik. Dibahas aja lagi [penyempurnaan] sekarang gimana yang ada," tambahnya.