Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 23 proyek pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) maupun mikrohidro (PLTMH) yang masuk dalam kontrak jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) 2017—2018 terancam mengalami terminasi atau pemutusan kontrak.
Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni mengatakan sebanyak 23 pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) dengan kapasitas total 115,1 megawatt (MW) tersebut hasil studinya tidak layak secara bisnis apabila dikembangkan.
Hal tersebutlah yang menjadikan hingga saat ini, 23 PPA tersebut belum juga menyelesaikan pembiayaan atau financial close (FC). Menurutnya, apabila proyek tersebut jadi mampu menyelesaikan FC, lebih disebabkan adanya penjualan proyek ke investor asing maupun konglomerat besar.
“Tidak akan bisa, karena studi dari awal sudah tidak layak, kenapa dikasih kontrak, karena dulu dipaksa, jadi untuk mengejar [target bauran energi], akibatnya proyek tidak layak banyak tanda tangan [PPA],” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Menurutnya, hingga saat ini, kapasitas terpasang PLTM di Indonesia telah mencapai 297 MW dan perlu didorong realisasinya melalui peraturan yang lebih menguntungkan pengembang. Apalagi, potensi pembangkit hidro di Indonesia mencapai 24,337 GW.
“Pemerintah sudah berjanji pada 2025 bauran EBT 23%, di sisi pembangkit hidro diharapkan penyumbang 14.000 MW,” katanya.
Saat ini berlakunya peraturan menteri (Permen) No. 50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, dinilai tidak banyak menguntungkan pengembang.