Bisnis.com, JAKARTA — Produsen Listrik Swasta Indonesia tertarik mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), tetapi masih terbentur dengan sejumlah hambatan.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan pengembangan pembangkit EBT memiliki hambatan yang berbeda-beda. Misalnya, pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) yang perlu melakukan eksplorasi hingga harus membangun infrastruktur di daerah tersebut.
Adapula pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) maupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki sifat intermiten sehingga perlu investasi lebih yang harus dikeluarkan oleh pengembang. Begitu juga dengan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang kerap terbentur dengan biaya pengelolaan sampah atau tipping fee yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, hambatan-hambatan tersebut menjadikan antusiasme produsen listrik swasta di lapangan yang ingin mengembangkan pembangkit EBT berjalan lambat. Arthur menilai investasi pembangkit EBT masih perlu banyak pembenahan supaya bisa berkembang.
"Kita masih mengharapkan ada intensif. EBT kapasitasnya masih kecil-kecil, tenaga lebih kecil. Karena skala ekonomi lebih kecil, sehingga tidak bisa bersaing dengan PLTU yang ada di Jawa dengan kapasitas besar seperti 1000 MW," katanya kepada Bisnis, Senin (30/9/2019).
Menurutnya, produsen listrik swasta hingga saat ini masih menunggu arahan dari pemerintah dalam mengembangkan EBT. Di sisi lain, pendanaan dari bank asing sudah banyak beralih ke pembangkit EBT.
"Setelah masuk ke pembangkit listrik, ke depan trennya kita mulai melakukan terobosan terobosan ke ramah lingkungan. Rata-rata anggota asosiasi seperti itu," katanya.