Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Dorong Konsumsi Kedelai Lokal pada Segmen Khusus

Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong promosi kedelai lokal yang dinilai memiliki kandungan protein lebih tinggi sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor.
Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor di kampung sukamaju, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi
Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor di kampung sukamaju, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong promosi kedelai lokal yang dinilai memiliki kandungan protein lebih tinggi sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor.

Asisten Deputi Pangan dan Pertanian Kemenko Bidang Perekonomian Darto Wahab mengemukakan kebutuhan konsumsi kedelai terbilang cukup tinggi. Ia menyebutkan volumenya mencapai 4,4 juta ton dengan nilai Rp20 triliun. 

Sementara itu, produksi dalam negeri yang tak memadai membuat Indonesia harus mengimpor guna memenuhi kebutuhan. Ia menyebutkan salah satu negara pemasok kedelai untuk Indonesia adalah Amerika Serikat dengan volume sekitar 3,3 juta ton.

"Karena itu, pemerintah terus mendorong petani untuk menanam kedelai yang kadar proteinnya lebih tinggi dibanding kedelai impor. Selanjutnya, kita koneksikan dan promosikan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah sakit, sekolahan, TNI dan Polri, hotel, kafe, dan komunitas khusus lainnya," kata Darto Wahab dikutip dari keterangan resmi, Selasa (1/10/2019).

Darto mengaku optimistis tren konsumsi kedelai lokal bisa semakin meningkat dibandingkan produk impor. Ia berpendapat petani dalam negeri telah melakukan penanaman dengan baik meski dari segi harga masih kalah saing. 

Ia mencatat kedelai impor bisa dijual dengan harga Rp4.800 per kilogram (kg), sedangkan kedelai lokal senilai Rp6.800 per kg.

"Namun, melalui pasar khusus seperti rumah sakit, sekolahan, TNI, Polri dan lainnya itu, petani akan terbantu dan masih bisa menjual dengan harga Rp6.800 per kilogram. Dengan pasar khusus perekonomian masyarakat khususnya petani akan bergerak, pengepul dan industri hilirnya pun berkembang. Masyarakat yang mengkonsumsi kedelai lokal juga sehat," ujarnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi pun menyepakati usulan segmentasi khusus bagi kedelai lokal. Ia berpendapat hal ini bisa mendongkrak nilai jual kedelai produksi petani.

"Dari konsumen bersegmen khusus ini harga jual petani akan tinggi dan memacu semangat petani menanam kedelai seluas-luasnya," tuturnya.

Di sisi lain, Darto juga mengatakan potensi budidaya kedelai lokal cukup tinggi. Sejauh ini, 72% kedelai lokal diproses dan ditanam di Pulau Jawa, "Pasar yang besar juga di Jawa," kata Darto.

Darto menyatakan kedelai tak hanya memainkan peran sebagai pangan rakyat yang bergizi dengan harga murah. Komoditas ini juga menopang sekitar 92.000 industri kecil menengah (IKM) yang didominasi industri pengolahan tahu dan tempe.

"50% industri tempe, 40% industri tahu. Sisanya berupa industri kecap, tauco, dan olahan lainnya yang juga sangat tergantung pada bahan baku kedelai," jelasnya.

Menurut Darto, sebagai sumber protein yang murah dibanding daging ayam, telur dan ikan, keberadaan kedelai lokal bisa dikembangkan dengan baik dari hulu hingga hilir. IKM pun perlu jaminan bahan baku untuk keberlanjutan usahanya lewat perluasan budidaya kedelai lokal. Langkah ini pun ia sebut bisa menghemat devisa dan mengurangi risiko kelangkaan bahan baku.

Produksi kedelai dalam negeri cenderung fluktuatif selama empat tahun terakhir. Produksi kedelai cenderung memperlihatkan tren penurunan selama 2015 sampai 2017, yakni masing-masing sebesar 963.183, kemudian 859.653 pada 2016 dan 538.728 ton pada 2017. Produksi kembali meningkat menjadi 982.598 ton pada 2018.

Sementara untuk impor, data Badan Pusat Statistik memperlihatkan sepanjang 2015 dan 2016, pemasukan impor kedelai berkisar di angka 2,2 juta ton. Angka ini naik menjadi 2,6 juta ton pada 2017 dan 2,5 juta ton pada 2018.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper