Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga konsumen Korea Selatan turun untuk pertama kalinya, sedangkan ekspor anjlok pada bulan September, membnerikan bank sentral lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan pelonggaran bulan ini.
Berdasarkan data kantor statistik Korsel, indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) turun 0,4 persen dari tahun sebelumnya, lebih rendah dibandingkan bulan Agustus dan estimasi ekonom yang memperkirakan penurunan 0,3 persen.
Sementara itu, ekspor ekspor 12 persen pada September dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan penurunan bulan ke 10 berturut-turut, didorong oleh penurunan penjualan semikonduktor.
Data dari departemen perdagangan mencatat penjualan semikonduktor merosot 32 persen pada September, sedangkan ekspor ke China menurun 22 persen.
Dengan impor pada bulan September mencatat penurunan sebesar 5,6 persen, Korsel masih mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$5,9 miliar.
Perekonomian Korsel tahun ini diperkirakan akan tumbuh dengan laju paling lambat sejak krisis keuangan global, tertekan oleh perang perdagangan AS dan China serta perlambatan ekonomi China yang menekan permintaan ekspor.
Eksportir Korea Selatan sangat terintegrasi dalam rantai pasokan global. Kinerja mereka dianggap sebagai barometer permintaan untuk produk teknologi, mulai dari semikonduktor hingga smartphone dan layar komputer.
Gubernur Bank of Korea Lee Ju-yeol pekan lalu menampik bahwa kekhawatiran deflasi terlalu berlebihan, tetapi mengatakan risiko penurunan membuat bank sentral sulit untuk mempertahankan proyeksi pertumbuhan 2,2 persen untuk tahun ini. Ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan pertumbuhan hanya mencapai 1,95 persen pada 2019.
Populasi penduduk Korea Selatan yang menua dan potensi pertumbuhan yang menurun adalah dua tantangan yang meningkatkan risiko deflasi struktural dalam jangka panjang.
"Inflasi terendah dan pelonggaran dari Federal Reserve AS memberikan ruang bank sentral untuk membawa suku bunga kebijakan kembali ke rekor terendah 1,25 persen, dan bahkan mungkin lebih rendah,” ungkap Justin Jimenez, ekonom Bloomberg.