Bisnis.com, JAKARTA -- Para pelaku usaha via e-commerce atau yang berjualan melalui platform media sosial diimbau terus meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Pasalnya, saat ini otoritas kepabeanan tengah menggencarkan pengawasan terhadap transaksi atau lalu lintas barang yang dilakukan melalui platform digital. Apalagi, otoritas berulangkali menemukan berbagai kasus transaksi yang dilakukan untuk menghindari kewajiban perpajakan.
Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Fajar Doni mengatakan bahwa setiap lalu lintas barang terus dipantau oleh otoritas kepabeanan. Semakin ketat pengawasan, semakin sedikit celah penghindaran perpajakan.
"Kami terus lakukan itu, sudah ada strateginya," kata Fajar di Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Fajar mengatakan DJBC memilki konsentrasi yang cukup besar untuk menekan ruang pelanggaran. Mereka juga telah berkolaborasi dengan otoritas pajak untuk memastikan kewajiban perpajakannya terpenuhi.
"Kalau bea masuknya sudah bisa dikenakan, nanti otomatis PPh 22 impornya juga mengikuti," ucapnya.
Bea Cukai sendiri baru-baru mengungkap modus penghindaran kewajiban perpajakan dengan menggunakan jasa titip atau jastip.
Jastip atau jasa titipan masih menjadi cara favorit bagi masyarakat Indonesia untuk membeli barang tanpa harus bepergian ke luar negeri. Setidaknya hingga 25 September 2019, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan penindakan terhadap 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jasa titipan.
Adapun dari 422 penindakan Bea Cukai berhasil menyelamatkan hak negara sekitar Rp4 miliar. Dari 422 kasus tersebut, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hong Kong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia.
Sebanyak sekitar 75% kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya.