Bisnis.com, JAKARTA -KPPOD menilai masih banyak pemerintah daerah yang memandang keberadan Online Single Submission (OSS) sebagai bentuk resentralisasi kewenangan perizinan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan kondisi ini pula yang menjadi penyebab terhambatnya implementasi OSS di banyak daerah.
"Urusannya ada di kami tapi kok izinnya kesannya sudah mulai ke pusat. Ini perlu dibangun dialog agar kepala daerah mengerti bahwa OSS ini adalah submission, artinya pengajuan saja. Kewenagan perizinan oleh daerah tidak berubah," ujar Robert, Kamis, (26/9/2019).
Oleh karena itu, pemerintah pusat dipandang perlu untuk lebih intensif mensosialisasikan dan meningkatkan pemahaman daerah atas OSS agar sistem tersebut bisa terintegrasi dengan sistem perizinan di daerah.
Seperti diketahui, dua daerah yang dinilai oleh World Bank dalam penilaian Ease of Doing Business (EoDB) masih belum sepenuhnya mengimplementasikan OSS di daerahnya masing-masing.
Di DKI Jakarta, OSS hanya melayani pengurusan SIUP, sedangkan selain SIUP masih melalui sistem perizinan online yang dikembangkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta yakni JakEVO.
Baca Juga
Meski demikian, DKI Jakarta sudah mengakui Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai syarat atas keseluruhan izin.
Di Surabaya, OSS sama sekali tidak diakui dan lebih memilih untuk tetap menjalankan Surabaya Single Window (SSW).
Pemkot hanya mengakui keabsahan izin yang diterbitkan SSW daripada OSS. Implikasinya adalah pelaku usaha lebih memilih SSW untuk mendapatkan izin daripada OSS.
Karena perizinan masih melalui SSW, maka SOP perizinan pun masih merujuk pada standar yang lama.
"Walikota masih berkukuh bahwa SSW merupakan sistem yang memberikan kepastian dan kemudahan berusaha," tulis KPPOD dalam hasil penelitiannya.