Bisnis.com, JAKARTA -- Setidaknya terdapat lebih dari 20 aplikasi transportasi di Indonesia yang tercatat di Google Playstore selain dua raksasa aplikator yaitu Gojek Indonesia dan Grab Indonesia.
Jumlah tersebut mencakup transportasi daring yang berbasis daerah seperti Gorontalo Jek, Ko-Jek (Kalimantan), Si-Jek (Situbondo), Pas-Jek (Kota Sampit), Greenjek (Karawang) dan Heloojek (Malang dan Blitar), serta transportasi online khusus gender seperti Shejek dan Go-jesa. Belum lagi aplikasi daring berkapitalisasi asing seperti Maxim dari Rusia dan Bitcar dari Malaysia.
Riset Statista memperkirakan pendapatan transportasi daring di Indonesia sudah menembus US$3,63 miliar per tahun atau setara Rp50,4 triliun per tahun.
Direktur Angkutan Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Ahmad Yani menyatakan memang sudah ada berbagai macam aplikasi transportasi daring selain dua decacorn utama yaitu Gojek dan Grab.
"Kita contoh ada Maxim dari Rusia, ada Bitcar dari Malaysia, ada juga baru lagi Cyberjek, kemudian ada omprengan.com, macam-macam banyak. Buat saya itu tidak masalah, ada persaingan," katanya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Dia menegaskan kemunculan berbagai platform transportasi daring tersebut harus tetap memperhatikan rambu-rambu yang sudah dibuat oleh Kemenhub.
Rambu-rambu yang dimaksud yakni Peraturan Kementerian Perhubungan (PM) 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan PM No.118/2018 tentang Angkutan Sewa Khusus.
"Saya ingatkan yang baru-baru itu, bahwa untuk angkutan online ada aturannya, untuk ojol [ojek online] PM 12/2019 dgn tarif 438/2019, kemudian taksi online ada 118/2018, ikuti saja kaidah yang ada di situ saya sampaikan," terangnya.
Dia juga mengingatkan agar tidak terjadi tarif promosi berlebih seperti predatory pricing. Dia juga menegaskan investigasi dan pengawasan predatory pricing ini menjadi wilayah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Terkait kemunculan transportasi daring berbasis lokal tertentu, dia tidak mengambil pusing. "Pemerintahnya membangun masyarakat, saya kira tidak masalah yang penting penumpang mudah, kesepakatan tarifnya bisa sesuai dengan mereka, kearifan lokal tidak masalah," imbuhnya.