Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dinyatakan kalah di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atas gugatan dari vendor alat ukur lifting minyak dan gas bumi (flow meter), PT Global Haditech.
Atas putusan tersebut, SKK Migas diperkirakan harus membayar tuntutan senilai Rp39 miliar.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan SKK Migas diminta membayar alat ukur yang sudah terpasang. Adapun proyek yang sudah berjalan mencapai 68 persen.
"Yang tidak terverifikasi disuruh copot," katanya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (12/9/2019).
Terkait putusan BANI tersebut, SKK Migas mengkaji kemungkinan adanya proses banding.
"Yang membuat rugi negara itu BANI, makanya kami tidak terima. Prosesnya ini belum final, tim hukum SKK sedang mengkajinya," tambahnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan keputusan arbitrase ini tidak akan mengendurkan rencana pemasangan flow meter. SKK Migas tetap mempersiapkan pemasangan flow meter selanjutnya.
Tahap awal persiapan adalah dengan membuat desain baru pemasangan alat yang akan dipasang di beberapa titik untuk mencatat penyaluran minyak dari sumur ke tempat tangki timbun dan dijual nantinya.
"Desain dulu. Itu yang nanti lempar kualifikasi yang memenuhi. Jadi, nanti kualifikasi dari peserta itu spesifikasinya sudah lebih jelas. Hasil akhirnya seperti apa juga sudah jelas," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM dan SKK Migas sudah mengidentifikasi sebanyak 200 lapangan blok migas yang akan dipasangi flow meter.
Adapun Global Haditech merupakan vendor yang memenangkan tender pemasangan flow meter dengan anggaran di kontrak senilai Rp58,19 miliar. SKK Migas menghentikan pemasangan karena dianggap alat yang telah dipasang tidak bekerja secara maksimal dan tidak sesuai dengan harapan SKK Migas.
Selanjutnya, SKK Migas dilaporkan Global Haditech ke arbitrase dengan gugatan menyalahi kontrak dengan alasan melakukan penghentian pemasangan flow meter.