Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN (Persero) kembali meminta pemerintah mengatur harga gas khusus yang dipasok ke pembangkit listrik dalam negeri.
Pelaksana Tugas (Plt) PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan bahan bakar menyumbang sekitar 60 persen hingga 70 persen pengeluaran biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan. Dia menilai peraturan kewajiban memasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) sekaligus harga khusus dinilai sangat dibutuhkan PLN untuk bisa menghasilkan listrik murah untuk masyarakat.
Menurutnya, seiring dengan tingginya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP), tarif pengangkutan gas bumi (toll fee) ikut melonjak. Alhasil harga gas pun menjadi tinggi.
"Kami mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah karena saat ini harga gas masih dengan formula ICP," katanya, Selasa (11/9/2019).
Sripeni mengatakan PLN menginginkan harga khusus gas untuk pembangkitan dapat dipatok serendah-rendahnya. Namun, dia menginginkan produsen yang melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi tetap mendapat keuntungan.
"Nah, ini harus ketemu [ceiling price gas] dan ini domain pemerintah saja. PLN mau serendah-rendahnya, tapi kan enggak mungkin karena pemerintah dalam hal ini harus membuat titik optimum," katanya.
Hingga saat ini, pemerintah baru menerapkan harga khusus batu bara untuk pembangkitan yang tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk Penyedian Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Beleid tersebut mematok harga jual batu bara untuk PLTU dalam negeri senilai US$70 per ton untuk kalori acuan 6.322 kkal/kg GAR atau menggunakan harga batu bara acuan (HBA). Apabila HBA berada di bawah nilai tersebut, maka harga yang dipakai berdasarkan HBA.