Bisnis.com, JAKARTA—Demi mengakomodasi impor gula mentah dari India, pemerintah akan menurunkan standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) gula mentah untuk gula kristal rafinasi.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, salah satu alasan diambilnya kebijakan itu lantaran adanya permintaan dari India terkait dengan sulitnya produsen gula mentah (GM) di negara tersebut memenuhi ketentuan standar ICUMSA yang berlaku di Indonesia saat ini. Untuk itu, pemerintah akan menurunkan standar ICUMSA GM yang diimpor dari 1.200 menjadi 200.
“Di India, hanya pabrik di kampung atau industri rumahan yang masih produksi gula mentah dengan ICUMSA di atas 600. Maka dari itu mereka sulit ikuti ketentuan kita ketika mengekspor GM ke Indonesia, yang memiliki standar ICUMSA 1.200,” jelasnya, ketika ditemui usai membuka acara The 3rd International Conference on Trade 2019, Rabu (4/9/2019).
Dia menambahkan, selama ini beberapa produsen India terpaksa sengaja membuat warna gula mentah dengan standar ICUMSA rendah yang berwarna putih menjadi kecoklatan. Proses tersebut menurutnya dilakukan dengan menggunakan sejumlah bahan kimia berbahaya. Hal itu dilakukan demi memenuhi standar ICUMSA di Indonesia.
Menteri Enggartiasto mengatakan, kebijakan penurunan standar ICUMSA untuk GM yang diimpor telah disepakati dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian. Untuk itu dia akan segera menyiapkan peraturan Menteri Perdagangan baru, untuk menggantikan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Permerindag) No.527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.
“Saya sudah dapat notulensi dari rakor kemarin Selasa (3/9/2019) tentang penurunan ICUMSA itu, tinggal nanti kita tindak lanjut dengan permendag [baru],” lanjutnya.
Dia menambahkan, kebijakan tersebut tidak akan menimbulkan kerugian bagi industri gula dalam negeri terutama produsen gula kristal putih (GKP). Menurutnya, dalam rakor pemerintah telah memutuskan, standar ICUMSA ditetapkan maksimal 200.
“Di rakor sudah diputuskan, gula yang tidak boleh [diimpor] itu [ICUMSA] di bawah 200. Karena di bawah 200 itu yang digunakan untuk konsumsi masyarakat, bukan industri. Artinya itu saja, buat apa kita atur macam-macam?” jelasnya
Adapun, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengaku terdapat pembahasan di tingkat pemerintah terkait dengan penurunan standar ICUMSA GM untuk gula kristal rafinasi (GKR) yang diimpor. Menurutnya, pembahasan tersebut salah satunya lantaran adanya permintaan India agar Indonesia menurunkan syarat standar ICUMSA GM yang diimpor dari 1.200 menjadi 600.
“Maka dari itu, untuk mengakomodasi rencana penurunan ICUMSA GM yang diimpor tersebut, kita juga akan menurunkan standar ICUMSA untuk GKP. Nantinya, dalam ketentuan standar nasional Indonesia (SNI), jenis GKP akan dilebur menjadi satu dan standar ICUMSA maksimalnya 200 dari level saat ini yakni 300,” tegasnya.
Adapun sebelumnya, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membuka ruang bagi para pengusaha GKR mengimpor GM dari India. Hal itu dilakukan dengan menurunkan bea masuk GM untuk GKR asal India menjadi 5%.
Kebijakan itu diperkuat dengan adanya aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2019 tentang Perubahan Atas PMK No.27/2017 tentang Penetapan Bea Masuk Dalam Rangka Asean-India FreeTrade Area. Kebijakan itu membuat GM asal India tidak lagi dikenai tarif sesuai most favoured nation (MFN) sebesar Rp 550/Kg atau paling rendah 10%. India akan menjadi negara ketiga selain Australia dan Thailand yang menikmati bea masuk rendah tersebut.
Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan itu sebagai salah satu bentuk lobi-lobi agar produk minyak kelapa sawit mentah dan turunannya asal RI mendapatkan penurunan bea masuk di India.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Rachmat Hariotomo menilai, kebijakan itu akan membuat biaya produksi GM menjadi GKR menjadi lebih murah. Pasalnya, makin rendahnya ICUMSA GM membuat proses pengolahan menjadi GKR makin efisien.
“Namun, setahu saya penurunan ICUMSA GM yang diusulkan oleh pemerintah itu dari 1.200 menjadi 600. Kalau standar terendah ICUMSA untuk GM ditetapkan menjadi 200, nanti justru bisa masuk kategori GKP,” katanya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengatakan, dengan diturunkannya standar ICUMSA GM yang diimpor, berpeluang membuka celah penyalahgunaan izin impor GM untuk GKR. Pasalnya, makin rendahnya ICUMSA GM, maka akan wujudnya akan makin menyerupai GKP yang diproduksi pabrik gula domestik.
“Saya beberapa waktu lalu pernah mengimpor GM, dan ketika datang ke Indonesia warna gulanya sudah mirip sekali dengan GKP. Kalau saya mau nakal, saya tinggal rembeskan saja gula tersebut ke pasar konsumen tanpa perlu repot mengolah kembali,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah tiap tahun telah menetapkan kuota izin impor GM untuk GKR guna membatasi laju impor komoditas tersebut. Namun, dengan makin tipisnya perbedaan wujud antara GM untuk GKR dengan GKP, maka akan mempermudah pelaku usaha nakal untuk langsung mendistribusikan GM yang sejatinya harus diolah menjadi GKR untuk industri, menuju ke pasar konsumen.
“Apalagi pabrik gula kita rata-rata baru bisa memproduksi GKP dengan level 250. Kalau tidak ada pengawasan yang ketat, matilah itu pabrik gula lokal. Pelaku usaha nakal tidak perlu lagi merembeskan GKR ke pasar konsumen, namun bisa langsung dalam bentuk GM,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengaku heran dengan keputusan pemerintah. Pasalnya, Indonesia harus berkorban lebih banyak hanya demi menuruti kemauan India agar produk CPO dan turunan asal RI leluasa masuk ke negara tersebut.
“Kita selama ini sudah tertekan sekali dengan impor GM untuk GKR yang terlalu besar dari kuota. Sekarang seolah-olah pasar gula mau dilepas begitu saja oleh pemerintah, hanya demi menuruti kemauan India,” katanya.
Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui pemerintah penurunan standar ICUMSA GM yang diimpor dari 1.200 menjadi 200 tergolong terlalu dalam. Dia memaklumi upaya pemerintah tersebut merupakan salah satu cara mengakomodasi sektor industri agar dapat lebih efisien dalam melakukan proses produksi.
“Namun, kita harus lihat dulu ke dalam negeri, siapa sih yang akan kita lindungi? Kalau kita masih berpihak ke petani tebu, otomatis pemerintah harus benar-benar konsisten meningkatkan produktivitas dan kualias gula nasional,” jelasnya.