Bisnis, JAKARTA – Pasar properti hunian di Indonesia dinilai masih sangat potensial, dengan tingginya backlog yang diperkirakan mencapai 11,4 juta unit. Permintaan rumah tapak masih jadi pilihan bagi pencari hunian.
"Kami meyakini bahwa peluang bisnis properti hunian tapak maupun vertikal masih cukup besar," ujar Aulia Firdaus, chief executive officer (CEO) Repower Asia Indonesia, salah satu pengembang properti di Jabodetabek, Senin (26/8).
Potensi tersebut salah satunya mengingat rumah tapak yang masih diminati konsumen, terutama dari segmen keluarga, termasuk keluarga usia muda.
Pengamat bisnis properti dan Founder Panangian School of Property, Panangian Simanungkalit, mengatakan sampai dengan akhir tahun 2019, permintaan rumah tapak bakal meningkat hingga 8% dibandingkan dengan tahun lalu.
“Kapitalisasi pasar perumahan sampai dengan akhir 2019 saya perkirakan berkisar Rp110 triliun-120 triliun,” paparnya.
Melihat tingginya kebutuhan akan hunian, pemerintah sejak 2015 mencanangkan Program Sejuta Rumah (PSR). Lewat program itu pemerintah menggulirkan dana subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu dana subsidi yang digulirkan pemerintah adalah melalui kredit pemilikan rumah (KPR) berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sejak 2010 hingga 24 Agustus 2019, penyaluran subsidi melalui KPR berskema FLPP jumlahnya mencapai Rp41,94 triliun untuk 631.122 rumah.
Sepanjang rentang empat tahun terakhir, 2015-2018, pemerintah mengklaim bahwa torehan PSR terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015, disebutkan bahwa PSR merealisasikan sebanyak 699.770 unit. Lalu, tahun 2016 (805.169 unit), 2017 (904.758 unit), dan 2018 (1.132.621 unit). Untuk 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 1,25 juta rumah.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi A Hamid pernah mengatakan, tantangan kedepan antara lain adalah ketersediaan lahan di kawasan strategis.
Terutama, untuk membangun rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Salah satu cara mengatasi hal itu bisa dengan membangun rumah susun (rusun) dekat dengan stasiun kereta atau transit oriented development (TOD). Lalu, membangun rusun dengan kombinasi pasar seperti Rusun Pasar Rumput," ujarnya.