Bisnis.com, JAKARTA — Investasi di subsektor peternakan sapi perah dinilai prospektif di tengah proyeksi pertumbuhan konsumsi susu dalam negeri. Rendahnya produktivitas peternak rakyat menjadi tantangan utama yang harus diselesaikan.
Subsektor peternakan sapi perah tercatat berhasil menambah populasi sampai 8.832 ekor sepanjang 2014—2019 melalui skema importasi. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Pertanian Fini Murfiani mengungkapkan sepanjang periode itu, realisasi investasi secara kumulatif mencapai nilai US$62,15 juta yang berasal tiga investor.
“Ketiga investor tersebut, yakni Elemen Livestock, Greenfields Indonesia, dan Raffles Pasific Harvest,” terang Fini kepada Bisnis, baru-baru ini.
Fini tak merinci berapa realisasi untuk 2019 secara khusus, namun Ditjen PKH mencatat terdapat pertumbuhan populasi sapi perah sebesar 5,75 persen dari 550.141 ekor pada 2017 menjadi 581.822 ekor pada 2018. Pertumbuhan ini didukung pula dengan program optimalisasi produksi ternak lewat Upsus Siwab.
“Inseminasi buatan dengan semen beku yang berkualitas dan memenuhi SNI, pengendalian pemotongan betina produktif, penanganan gangguan reproduksi ternak, perbaikan pakan, pengendalian penyakit dan dukungan asuransi ternak,” papar Fini.
Data sementara, produksi susu segar pada 2018 tercatat mencapai 950.963 ton, naik dibandingkan produksi pada 2017 yang berada di angka 928.108 ton. Meski produksi susu segar memperlihatkan tren pertumbuhan dalam lima tahun terakhir, jumlah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mencatat konsumsi susu Indonesia mencapai 3,91 juta ton setiap tahunnya dengan 56 persen konsumsi dalam bentuk susu segar, susu ultra high temperature (UHT), susu fermentasi, susu kental, dan krim.