Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Korporasi Tinggi, McKinsey Ingatkan Potensi Terulangnya Krisis 1997-1998

Perusahaan-perusahaan di Australia, China, Hong Kong, India, dan termasuk Indonesia, menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5.
Ilustrasi/wscu.org
Ilustrasi/wscu.org

Bisnis.com, JAKARTA - McKinsey and Company mengingatkan negara-negara Asia dan termasuk Indonesia untuk mewaspadai terulangnya krisis 1997-1998.

Dalam laporan tersebut, ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan di Australia, China, Hong Kong, India, dan termasuk Indonesia menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5.

Khusus untuk Indonesia, utang jangka panjang dengan ICR kurang dari 1,5 mencapai 32 persen.

Posisi ini tergolong rawan karena dengan ini korporasi harus menggunakan mayoritas labanya dalam rangka membayar utang.

Apabila ditilik per sektor, McKinsey menemukan bahwa 62 persen perusahaan dengan ICR di bawah 1,5 adalah dari perusahaan yang bergerak di sektor utilitas.

McKinsey menilai hal tersebut sebagai hal yang mengkhawatirkan karena kemampuan perusahaan dari sektor tersebut untuk membayar utang memerlukan koordinasi dengan berbagai stakeholder sehingga membuat pengembalian utang semakin kompleks.

Selain itu, tingkat utang Indonesia yang menggunakan mata uang asing berada di angka 50 persen, jauh di atas rata-rata di negara-negara yang proporsinya hanya sebesar 25 persen.

Tingginya utang dengan denominasi asing tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang.

Lebih lanjut, 40 persen capital inflow menuju negara-negara Asia merupakan utang berbentu valas.

Terkait permasalahan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan menanggapi terlalu banyak.

Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk memantau sektor perbankan, non-perbankan, hingga korporasi.

"Kalau ada laporan, kita akan lihat apakah berbeda dari sisi pembacaan dengan kita. McKinsey membuat laporan untuk keseluruhan Asia dan negara berkembang, jadi kita bisa bandingkan itu," ujarnya, Jumat (23/8/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper