Dua kali saya mengunjungi kampus Alibaba. Kunjungan pertama tahun 2016 lalu. Kunjungan kedua, pekan kedua Agustus ini.
Kunjungan pertama atas undangan dari pemerintah China; sedangkan kunjungan kedua adalah perjalanan bisnis bersama teman-teman dari Grup Bisnis Indonesia.
Kami ingin belajar. Meskipun sudah kali kedua, 'kekaguman' atas kehebatan Alibaba tidaklah surut, tetapi malah makin tebal. Bukan apa-apa. Perusahaan ini tampak makin hebat saja.
Perusahaan e-commerce paling terkenal di dunia itu memang keren. Kampusnya secara fisik keren. Secara teknologi apalagi, sudah pasti keren. Secara kultural, jangan tanya, keren habis.
Arsitektur kampus Alibaba, baik di luar maupun disain interiornya, mengirim banyak pesan. Tersirat maupun tersurat. Melalui simbol atau bangunan dan patung atau pesan visual. Tentang tekad yang kuat, visi satu yang jauh ke depan, transparansi, kerja keras, dan orientasi utama kepada pelanggan.
Kompleks Alibaba, yang berlokasi di kota Hangzhou, itu sepertinya memang mau disulap menjadi silicon valley-nya China. Kompleks seluas 280 hektare itu memiliki fasilitas lengkap. Ada kampus Alibaba, ada perkantoran, perumahan, hotel, Ali Mall, supermarket Freshippo, dan segala macam terkait Alibaba.
Di Ali Mall, Anda bisa transaksi tanpa perlu kasir. Semuanya dikendalikan pemrograman berbasis artificial intelligence alias kecerdasan buatan.
Bukan cuma tanpa kasir, ada juga cermin virtual untuk mencoba-coba pakaian yang sesuai dengan selera Anda, lengkap dengan jenis, ukuran dan harga yang muncul di cermin virtual.
Kecerdasan buatan yang dibenamkan di cermin itu akan mencarikan baju yang pas dengan badan Anda, sekaligus warna dan harganya. Juga diskonnya.
Lalu di supermarket pintar yang diberi nama Freshippo, Anda bisa belanja makanan atau bahkan sayuran yang selalu segar. Anda juga bisa pesan melalui aplikasi digital.
Big data telah membantu membuat supply chain dengan presisi yang tinggi. Tak ada stok sayuran yang mandeg di toko lebih dari sehari. Karena pasokan sudah disesuaikan dengan jumlah yang laku setiap hari. Toko tahu berapa banyak stok yang laku tiap hari, sehingga pasokan pun dengan sendirinya menyesuaikan. Toko yang pintar.
Di dalam Freshippo juga terdapat restoran dengan stok seafood segar yang dikendalikan oleh robot. Pesanan makanan pun juga dikirimkan menggunakan robot.
Alibaba menyebut semua itu sebagai strategi new retail, yang menggabungkan online dengan offline shopping.
Ini mirip strategi new media, sejalan dengan menjamurnya media digital dan media sosial yang berkembang pesat belakangan ini. Ia telah mendisrupsi media konvensional yang telah bertahan puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya.
Tampaknya, strategi new retail ini juga akan segera menggilas ritel tradisional, yang belakangan ini mulai "megap-megap" tertelan disrupsi teknologi e-commerce.
Ada juga yang menarik di industri hospitality. Ini bukan cuma pergeseran dari cara memesan kamar hotel yang sekarang banyak dilakukan melalui reservasi e-commerce atau OTA (online travel agent), yang membunuh travel agent konvensional.
Lebih dari itu, proses saat menginap di hotel pun berubah. Cara baru itu berbasis teknologi artificial intelligence.
Sekadar ilustrasi, kami menginap di hotel Fly Zoo di Hangzhou, yang dioperasikan dengan "cara baru". Semuanya berbasis artificial intelligence dan robotik. Hotel ini juga berlokasi di dalam kompleks 'perkampungan' Alibaba.
Ini dimulai saat Anda check-in, tidak ada front desk. Tidak ada front officer lagi. Hanya petugas security. Cukup dengan mesin check-in seperti mesin ATM, yang akan me-record identitas dan wajah Anda. Tak ada kartu atau kunci kamar. Cukup bermodal wajah saja.
Begitu sudah check-in, saat di dalam lift ada kamera face recognition yang langsung mengenali wajah kita. Ia menjadi akses untuk memencet lantai kamar. Tidak ada kartu yang ditempel atau digesek di dalam lift, seperti hotel kebanyakan.
Sampai di depan kamar, pintu juga dibuka dengan face recognition. Cukup pandang kamera di depan pintu, sinyal hijau akan menyala jika akses masuk granted atau disetujui.
Lalu di dalam kamar, kita tinggal perintahkan robot pintar dengan voice order untuk memesan macam-macam keperluan. Mulai dari menyalakan atau mematikan lampu, menyalakan televisi, membuka tutup korden jendela, menyalakan musik dan lainnya. Tinggal perintah ke robot Jeni.
Jangan bayangkan robot Jeni ini bentuknya seperti robot kebanyakan. Cuma sebentuk tabung hitam kecil yang ditaruh di sudut meja. Pakai perintah suara, maka sensor lampu, televisi dan jendela akan bekerja untuk mengikuti perintah Anda.
Anda juga bisa memesan makanan ke dalam kamar. Bilang saja ke robot Jeni, maka datanglah robot yang mobile bisa keluar masuk lift dan lalu-lalang antar lantai, yang akan mengantarkan pesanan kita ke kamar.
Ada juga robot yang bisa kita minta untuk membuatkan es krim. Juga di kafe hotel, kita bisa pesan minuman dengan bantuan robot. Maka, kalau pesan kopi, baristanya adalah robot itu sendiri.
Pokoknya, kita akan dibikin kagum bukan kepalang, apalagi bila "kurang piknik" atau gampang gumunan.
***
Jack Ma, pendiri Alibaba, adalah pebisnis yang visioner. Berkali-kali gagal masuk Harvard, tidak membuatnya putus asa.
Saat hendak mendirikan Alibaba bersama 18 orang teman dan muridnya, Om Jack bersumpah di tembok China (Great Wall) bersama delapan temannya. Mereka akan 'mengguncang dunia'. Mereka bersumpah mendirikan perusahaan yang membuat China bangga.
Di sebuah apartemen yang kini masih terus menjadi tempat untuk secret project-nya, Om Jack memulai proyek Alibaba yang kini benar-benar membanggakan China. Juga mengguncang dunia.
Alibaba sendiri berdiri pada 1999 dan hingga hari ini menjadi perusahaan e-commerce terbesar dan terdepan di dunia. Sejarah Alibaba, rasanya, sudah banyak diceritakan.
Maka, saya cuma ingin menggarisbawahi profil terbarunya saja saat ini. Hingga akhir tahun lalu, catatan rekor Alibaba memang mengesankan. Tahun lalu, nilai GMV Alibaba menembus US$853 miliar. Sedikit lagi mencapai "Goal 2020" Alibaba, di mana Jack Ma mencanangkan GMV senilai US$1 triliun. Kalau itu terjadi, nyaris menyamai nilai kue ekonomi alias PDB Indonesia.
GMV itu mayoritas disumbang oleh transaksi mobile dari 196 negara. GMV atau gross merchandise value adalah nilai transaksi yang menjadi salah satu tolok ukur valuasi perusahaan e-commerce.
Saat ini merchant aktif Alibaba mencapai 10 juta dan user aktif menembus 721 juta. Goal 2030 Alibaba mencangkan user aktif mencapai 2 miliar.
Figur Freshippo juga menakjubkan, sudah berdiri lebih dari 120 outlet di China, dengan pertumbuhan tahunan hingga 325%.
Itu semua ditopang oleh teknologi terdepan, yang terus dikembangkan berbasis cloud computing, teknologi logistik dan teknologi payment yang terintegrasi.
Lalu, setelah sukses dengan pengembangan e-commerce dengan segala macam variannya, Alibaba juga masuk ke dalam pengembangan smart city. Mereka menyebutnya "city brain".
Ini adalah teknologi pemrograman berbasis kecerdasan buatan yang dipakai untuk mengelola kota. Misalnya ada kecelakaan di sebuah lokasi, kamera akan mengirim informasi ke pusat pengaturan traffick light sekaligus rumah sakit yang mengendalikan ambulans untuk menjemput korban.
Mesin "city brain" akan membuka akses untuk ambulans dengan mengatur secara otomatis lampu lalulintas yang menyala hijau semua, sehingga maksimal 7 menit korban sudah bisa di-deploy ke rumah sakit terdekat.
Prinsip ini berlaku pula untuk mobil pemadam kebakaran. Dan bisa jadi untuk hal yang lain, seperti perjalanan VVIP, atau orang sangat-sangat penting. Tak perlu lagi 'nguing-nguing" seperti kita sering dengar di Jakarta.
Bukan cuma itu saja. Setelah berhasil dengan aneka inovasi dan eksperimen yang mengedepankan teknologi Internet, kecerdasan artifisial, blockchain, big data, robotik, dan aneka teknologi baru lainnya, kini Alibaba tengah mengembangkan apa yang disebut new manufacturing.
Kira-kira begini. Pabrik manufaktur yang memproduksi barang nantinya tidak lagi terlalu banyak mempekerjakan orang, melainkan sepenuhnya, atau sebagian besar, dikendalikan oleh pemrograman robotik dan artificial intelligent.
Barang yang diproduksi, berdasarkan feeding dari big data, disesuaikan dengan siklus permintaan konsumen mulai dari jenis barang hingga lokasi distribusi barang.
Kalau ini terjadi, maka proses produksi pabrik akan menjadi sangat-sangat efisien. Memangkas banyak biaya, mulai dari tenaga kerja, inventori, penyusutan, distribusi, dan banyak lagi.
Jika ini terjadi, rasanya akan 'membunuh' banyak pabrik yang beroperasi dengan cara-cara lama. Saat seperti itu, tampaknya, akan segera datang.
***
Jack Ma dalam salah satu video yang viral, berpesan begini: "Perbaiki atap rumah Anda saat hari terang. Jangan perbaiki atap rumah, saat sudah turun hujan."
Nasihat Jack Ma itu, bagi saya, sangat relevan hari-hari ini. Filosofi yang kuat, tentang antisipasi perubahan. Embrace the change.
Beranilah berubah, sebelum terlanjur tergulung badai perubahan. Siapa tidak mau berubah, akan tertinggal gerbong. Kalah, bahkan tergulung oleh persaingan. Begitulah kira-kira.
Yang pasti, dunia telah berubah. Teknologi telah mengubah segalanya. Internet telah mengubah banyak hal. Bahkan mengubah perilaku manusia.
Perubahan-perubahan ini telah mendorong berbagai bisnis baru, atau mengubah bisnis lama dengan cara yang baru.
Hanya yang memiliki passion dan persisten untuk senantiasa siap berubah saja, yang akan bertahan dan terus maju. Yang lainnya, cepat atau lambat, akan tersingkirkan dan mati. Nah, bagaimana menurut Anda?(*)