Bisnis.com, JAKARTA — Kajian kelayakan produk biodiesel berkadar bahan bakar nabati 30 persen (B30) masih perlu dilakukan sebelum pemerintah penggunaannya dimulai tahun depan.
Direktur Pengolahan PT Pertamina (Pertamina) Budi Santoso Syarif mengatakan untuk memastikan produk BBM dapat diterima publik, pihaknya fokus melakukan uji spesifikasi dan memantau road test penggunaan B30.
“Sebenarnya kalau buru-buru tidak bisa karena jika kami mengeluarkan produk harus ada uji spesifikasi,” tuturnya, Rabu (14/8/2019).
Budi mengatakan arahan Presiden Joko Widodo dalam menjalankan B30 hingga B50 pada tahun depan untuk memastikan pasokan bahan bakar nabati dapat terserap maksimal. Menurutnya, apa yang disampaikan Jokowi sudah searah dengan rencana bisnis Pertamina.
“Hanya saja untuk akhir 2020 diharapkan B50 ini yang perlu kami pelajari. Wajar karena Presiden melihatnya untuk menekan defisit anggaran,” tambahnya.
Terkait penerapan mandatori B20 dari tahun lalu, produksi biodiesel terus mengalami peningkatan. Pada 2018 produksi B20 mencapai 6,01 juta kiloliter (KL) atau meningkat 82,12 persen dibandingkan dengan 2014 sebesar 3,30 juta KL. Adapun target produksi biodiesel pada 2018 adalah sebesar 5,70 juta KL, artinya realisasi sebesar 105,4 persen dari target.
Baca Juga
Menurut data Kementerian ESDM, pemanfaatan biodiesel dalam negeri 2018 sebesar 4,02 juta KL mampu menghemat devisa US$2,01 miliar atau 28,42 triliun. Produksi B30 pada 2020 nanti ditargetkan mencapai 8 hingga 9 juta kiloliter.
Apabila dikalikan dengan harga indeks pasar (HIP) solar sebesar Rp8.900 per liter, maka nilai penghematan impor solar atau upaya menghemat devisa pada 2020 dapat mencapai Rp70 triliun atau US$6 miliar.
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menilai penerapan B30 ataupun B50 sebaiknya dijadikan target kerja. "Jadi, bukan hal realistis atau tidak, tapi sebaiknya melihatnya sebagai target," ujarnya.